HUBUNGAN GURU PAK PROFESIONAL DENGAN PRESTASI SISWA
HUBUNGAN GURU PAK
PROFESIONAL
DENGAN PRESTASI SISWA
Yuliani Mendrofa, M.Pd.
ABSTRAK
Artikel
ini ingin mengkaji tentang hubungan guru pendidikan agama Kristen (PAK) yang
profeional dengan prestasi siswa. Metode penelitian yang dilakukan bersifat kuantitatif.
Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis menggunakan metode penelitian
kuantitatif. Pengukuran data kuantitatif dan statistik objektif melalui
perhitungan ilmiah berasal dari sampel. Peneliti mendapatkan data dari
siswa-siswi SD Pondok Domba Jakarta Utara melalui kuisioner atau angket
menggunakan sistem SPSS Versi 2.0. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur
seberapa kuat hubungan antara guru pendidikan agama Kristen (PAK) yang profesional
dengan prestasi siswa/i di SD Pondok Domba Jakarta Utara.
Prestasi
belajar adalah hasil belajar yang telah dicapai dan ditandai dengan
perkembangan serta perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang didapat dari
belajar dengan waktu tertentu, prestasi belajar ini dapat dinyatakan dalam
bentuk nilai dan hasil tes atau ujian. Berdasarkan hasil penelitian yang
penulis lakukan maka penulis menemukan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara guru PAK yang profesional dengan prestasi belajar
siswa di SD Bersubsidi Pondok Domba Jakarta tahun ajaran 2017/2018.
Berdasarkan
hasil analisis penelitian Hubungan Guru PAK Profesional Dengan Prestasi Siswa
di SD Bersubsidi Pondok Domba Jakarta r hitung sebesar 0,552 atau 55,2% jika di konsultasikan pada taraf
05%, maka rtabel dengan N=57 dapat melihatnya pada α(n-2. 0,05)
sebesar 0,256. Artinya bahwa toleransi kesalahan sebesar 05%. Jika konstasi
pada taraf 01% maka rtabel dengan N=57 bisa melihatnya pada α(n-2.
0,05) sebesar 0,256 artinya toleransi kesalahan hanya sebesar 1%. Karena hasil
analisis sebesar 0, 552<0,256 dan 0, 552 <0,256 maka dapat
disimpulkan bahwa hubungan antara Guru PAK Profesional Dengan Prestasi Siswa di
SD Bersubsidi Pondok Domba Jakarta signifikan pada taraf 0,05% dan 0,01%.
Kata-kata Kunci: Guru PAK, pendidikan agama Kristen, prestasi
siswa.
PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan faktor penentu dalam kemajuan sebuah bangsa, oleh sebab itu dapat
dikatakan bahwa negara yang maju dipastikan sangat memperhatikan pendidikan di
negaranya. William Barclay mengatakan: “kota yang tidak ada sekolahnya pasti
akan binasa”[1].
Dengan kata lain, negara yang tidak memperhatikan pendidikan bagi warga
negaranya, negara tersebut akan berada dalam kehancuran. Karena
tidak ada generasi yang akan membangun dan memajukan negara tersebut.
Bangsa
Indonesia menyatakan dengan tegas bahwa salah satu tujuan dari bangsa ini
mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yang
berbunyi “…mencerdaskan kehidupan bangsa…” Cita-cita
mulia tersebut untuk membawa manusia Indonesia ke dalam suatu keadaaan yang
dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang pada gilirannya akan
mampu meningkatkan kesejahteraan umum rakyat Indonesia. Keinginan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD
1945 tersebut juga ditegaskan dalam batang tubuh UUD 1945 pada pasal 31 ayat
(1) “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Untuk menjamin bahwa
setiap warga negara dapat menunaikan hak mendapat pendidikan tersebut, melalui
hasil amandemen UUD 1945 yang ke 4, terdapat penambahan ayat yang menjamin dana
bagi penyelenggara pendidikan. Hal ini dapat dilihat pada pasal 31 ayat ke 4
yang berbunyi “negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan
dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan.
Berangkat dari hal ini, jelas bahwa
para pendiri dan pemerintah
bangsa ini telah nyadari betapa pentingnya pendidikan bagi kehidupan bangsa ini.
Dan Harold G. Shane dalam buku Arti Pendidikan Bagi Masa Depan,
mengatakan:”pendidikan secara pontesial karena:
Pendidikan adalah salah satu cara
yang mapan untuk memperkenalkan siswa (learners) pada keputusan sosial yang
timbul; Pendidikan dapat dipakai untuk menanggulangi masalah tertentu;
Pendidikan telah memperlihatkan kemampuan
yang meningkat untuk menerima dan mengimplementasikan
alternatif-alternatif baru; Pendidikan barangkali merupakan cara terbaik yang
dapat ditempuh masyarakat untuk membimbing perkembangan manusia
sehingga pengamanan dari dalam berkembang setiap anak dan karena itu dia
terdorong untuk memberikan kontribusi pada kebudayaan hari esok.”[2]
Berangkat dari tujuan bangsa ini
dan apa yang diungkapakan oleh Shane, dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dan
tidak bisa ditawar-tawar lagi, sehingga setiap warga negara wajib mengenyam
pendidikan. Untuk mewujudkan cita-cita bangsa ini yakni mencerdaskan kehidupan
bangsa, sungguh jauh dari harapan. Seperti pepatah mengatakan “Juah panggang
dari api”. Hal ini terbukti masih ada warga negara yang belum mengenyam
pendidikan dengan baik. Hal ini terbukti
jumlah siswa sekolah dasar di Indonesia begitu banyak, sekira 5,6 juta siswa.
Namun hanyan 2,3 juta siswa yang
berhasil lulus SMA. Artinya, ada 3,3 juta siswa hilang dari dunia pendidikn di
Tanah Air. Menurut Anies Baswedan,
pemerintah tidak memberikan perhatian serius pada pendidikan. “Padahal,
Pendidikan sangat penting untuk masa depan Indonesia”.[3] Selain itu juga Prof. Beeby menyatakan
bahwa”sebab terbesar anak Indonesia tidak sekolah adalah kemiskinan, budaya
orang tua, dan sekolah yang tidak menyenangkan”.[4] Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) 2003 alasan utama anak tidak sekolah 67 % adalah ketidaktersediaan
biaya dan 8,7 % membantu orang tua mencari nafkah.[5]
Dengan demikian untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni mencerdaskan kehidupan
bangsa jauh dari harapan.
Padahal majunya suatu negara
dapat dilihat dari majunya pendidikan di negara tersebut. Semakin tinggi mutu pendidikan di suatu
negara otomatis
masyarakatnya juga semakin cerdas dan
kemakmuran dari masyarakat akan tercapai. Dapat kita lihat di negara-negara
maju, bahwa pendidikan dijadikan prioritas utama dalam membangun negara. Indonesia
berusaha untuk mewujudkan agar seluruh warganya mengenyam pendidikan dengan
baik. Hal ini tercermin dari
kebijakan sekolah gratis yang digulirkan oleh pemerintah. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Sisdiknas
tahun 2003 adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga
negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Tapi perlu dicermati, kebijakan
sekolah gratis, bukan dalam arti pendidikan gratis. Dalam hal ini pemerintah dituntut untuk mengalokasikan minimal 20%
dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk sektor pendidikan. Karena pendidikan tidak ada yang
gratis, hanya saja dalam pratiknya anggaranya dibebankan ke dalam anggaran pemerintah sehingga rakyat tidak
perlu membayar apapun untuk biaya pendidikan.
Hal ini tentu patut diapresiasi dengan baik, karena
dengan demikian kesempatan untuk mengenyam pendidikan tidak lagi hanya menjadi
milik mereka yang memiliki kekayaaan, tetapi juga seluruh rakyat Indonesia. Hal
ini dengan jelas, bahwa Undang-Undang telah mengamanatkan kepada pemerintah
untuk memperhatikan pendidikan. Namun pada kenyataannya sekarang, belum ada
langkah nyata dari pemerintah. Sedikit sekali pemerintah kota/kabupaten yang
peduli amanat undang-undang. Sehingga menggugah hati non pemerintah untuk ikut
ambil bagian dalam mewujudkan cita-cita bangsa yakni untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Dengan mendirikan yayasan atau sekolah bersubsidi (tanpa memungut biaya).
Sebagaimana yang telah diterapkan di SD Pondok Domba. Sekolah Pondok Domba memberikan
subsidi bagi siswa/siswi pondok domba. Subsidi yang dimaksud adalah semua yang
berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar seperti pakaian, buku,
pensil/pulpen dan SPP. Akan tetapi semua kegiatan yang besubsidi termasuk
sekolah dianggap kurang berkualitas. Namun demikian Wakil Menteri Keuangan
Mardiasmo menegaskan bahwa pendidikan gratis tak berarti minim kualitas. Hal
tersebut perlu diungkapnya lantaran masyarakat masih berpandangan sebaliknya[6].
Pencapaian target yang optimal
hanya bisa dipenuhi
apabila lembaga pendidikan itu dikelola secara profesional, maksudnya lembaga
yang ada itu ditangani oleh orang yang memiliki kompetensi (kekuasaan),
kemampuan dan kepedulian yang dalam membentuk dimensi keilmuannya. Terutama
yang terjun langsung dalam menangani siswa dalam proses pembelajaran. Guru yang
mempunyai tugas, kewajiban dan bertanggung jawab mengajar serta mendidik,
memberi konsekwensi logis bagi mereka untuk memiliki segenap kemampuan, agar
dapat melaksanakan perannya.
Guru yang profesional menjadi
dambaan setiap lembaga pendidikan dan menjadi tumpuan siswa. Hal ini memberikan
isyarat bahwa figur guru tersebut sebagai guru yang berkompeten dalam
bidangnya. Jadi seorang guru yang dipandang profesional berarti dia sudah
benar-benar kompeten dalam bidangnya yang telah dilaksanakannya untuk
memantapkan profesinya.
Sejalan
dengan tugas guru yang profesional dalam membentuk kepribadian siswa sesuai
dengan tuntutan masyarakat dan negara. Rahman Nata Wijaya mengatakan seperti
dikutip Cece Wijaya dan Tabrani Ruslan, bahwa guru itu perlu memahami dan
menghayati wujud manusia yang dibimbingnya. Dan di sisi lain guru yang
profesional harus memahami dan menghayati wujud dan lulusan sebagai gambaran
dan hasil didikannya yang diharapkan falsafah hidup dan nilai-nilai yang dianut
oleh bangsa Indonesia[7].
Berdasarkan penelitian, penulis
menemukan di lokasi penelitian kecenderungan rendahnya motivasi dan semangat
belajar siswa. Sekolah Pondok Domba yang melakukan kebijakan biaya sekolah
gratis, berdampak bagi siswa. Biaya sekolah gratis mengakibatkan para siswa cenderung acuh tak acuh dalam
belajar,
suka bolos, dan
tidak memiliki semangat untuk maju dan berkembang. Para orang tua kurang
peduli dan tidak
memaksa anak-anaknya untuk belajar, karena berpikir naik tidak naik kelas
anaknya, tidak ada kerugian yang mereka alami. Sehingga
hasil yang ingin dicapai, tidak tercapai jika nara didik dan orangtua
nara-didik tidak bekerjasama. Walaupun biaya dan peralatan sekolah
disiapakan/disediakan dan memiliki guru-guru yang profesional.
BAHASAN
Kajian Teori
Untuk
memahami istilah guru PAK yang prefesional, maka ada beberapa defenisi yang
penulis paparkan terlebih dahulu.
Pengertian Guru
Secara Umum
Kata Guru berasal bahasa Sanskerta:
yang berarti guru, tetapi arti secara harfiahnya adalah "berat"
adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya
merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.[8] Secara terminologi,
guru sebagaimana dijelaskan oleh WJS
Poerwadarminta adalah “Orang yang mendidik”.[9] Pengertian
ini memberi kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam
bidang mendidik.
Dalam bahasa Inggris
dijumpai beberapa kata yang berdekatan artinya dengan pendidik, seperti teacher yang
diartikan dengan guru atau pengajar dan tutor yang berarti
guru pribadi, atau guru yang mengajar di rumah.[10] Menurut UU no.14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen. Guru ialah seorang
pendidik profesional dengan tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Pengertian Pendidikan Agama Kristen
E.G. Homrighausen
mengatakan: “Pendidikan Agama Kristen berpangkal pada persekutuan umat Tuhan.
Dalam perjanjian lama pada hakekatnya dasar-dasar terdapat pada sejarah suci
purbakala, bahwa Pendidikan Agama Kristen itu mulai sejak terpanggilnya Abraham
menjadi nenek moyang umat pilihan Tuhan, bahkan bertumpu pada Allah sendiri
karena Allah menjadi peserta didik bagi umat-Nya”.[11]
Menurut Warner C. Graedorf PAK adalah “Proses pengajaran dan pembelajaran yang
berdasarkan Alkitab, berpusat pada Kristus, dan bergantung kepada Roh Kudus,
yang membimbing setiap pribadi pada semua tingkat pertumbuhan melalui
pengajaran masa kini ke arah pengenalan dan pengalaman rencana dan kehendak
Allah melalui Kristus dalam setiap aspek kehidupan, dan melengkapi mereka bagi
pelayanan yang efektif, yang berpusat pada Kristus sang Guru Agung dan perintah
yang mendewasakan pada murid”.[12]
Pengertian
pendidikan agama Kristen adalah kegiatan politis bersama pada peziarah dalam
waktu yang secara sengaja bersama mereka memberi perhatian pada kegiatan Allah
di masa kini kita, pada cerita komunitas iman Kristen, dan visi kerajaan Allah,
benih-benih yang telah hadir diantara kita.[13]
Pengertian PAK
menurut para ahli yang dirangkum oleh Paulus Lilik Kristianto dalam bukunya
yang berjudul “Prinsip & Praktek Pendidikan Agama Kristen: Hieronimus (345-420), PAK adalah pendidikan yang tujuannya mendidik jiwa sehingga menjadi bait
Tuhan (Mat.5:48). Agustinus (345-430), PAK adalah pendidikan yang bertujuan mengajar orang supaya “melihat
Allah” dan “hidup bahagia.” Martin Luther
(1483-1548), PAK adalah
pendidikan yang melibatkan warga jemaat untuk belajar teratur dan tertib agar
semakin menyadari dosa
mereka serta bersukacita dalam Firman Yesus Kristus yang memerdekakan. Di
samping itu PAK memperlengkapi mereka dengan sumber iman, khususnya yang
berkaitan dengan pengalaman berdoa, Firman tertulis (Alkitab) dan rupa-rupa
kebudayaan sehingga mereka mampu melayani sesamanya termasuk masyarakat dan
Negara serta mengambil bagian dengan bertanggung jawab dalam persekutuan
Kristen. John Calvin
(1509-1664), PAK adalah
pendidikan yang bertujuan mendidik semua putra-putri gereja agar mereka: Terlibat dalam penelaahan Alkitab secara
cerdas sebagaimana dengan bimbingan Roh kudus. Mengambil bagian dalam kebaktian dan memahami keesaan gereja. Diperlengkapi untuk memilih cara-cara
mengejawantahkan pengabdian diri kepada Allah Bapa dan Yesus Kristus dalam
pekerjaan sehari-hari serta hidup bertanggung jawab di bawah kedaulatan Allah
dan kemuliaanNya sebagai lambang ucapan syukur mereka yang dipilih dalam Yesus
Kristus. [14]
Pengertian
Guru PAK Profesional
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
profesional berasal dari kata profesi yang berarti: bersangkutan dengan
profesi; memiliki kepandaian khusus untuk menjalankanya.[15] Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang
pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga dapat
diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan
pengetahuan dan keterampilan.[16]
Berdasarkan pendapat diatas
dapat disimpulkan bahwa profesi adalah suatu bidang pekerjaan atau keahlian
tertentu yang mengisyaratkan kompetensi intelektualitas, sikap dan keteampilan
tertentu yang diperoleh melalui proses pendidikan secara akademis yang
intensif.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian atau kecakapan yang memenuhi mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi.[17]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa guru yang profesional memiliki keahlian
atau kecakapan yang memenuhi mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi.
Menurut Djam’an Satori
sebagaimana dikutip oleh Rusman menyatakan bahwa profesional menunjuk pada dua
hal yaitu: pertama, orang yang
menyandang suatu profesi, misalnya “dia seorang profesional”. Kedua, penampilan seorang dalam
melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan profesinya. Dalam pengertian kedua
ini istilah profesional dikontraskan dengan “non-profesional” atau “amatiran”.[18] Dalam kegiatan sehari-hari seorang
profesional melakukan pekerjaan sesuai dengan bidang ilmu yang dimilikinya,
jadi tidak asal-asalan.
Dalam kekristenan tokoh yang
sangat terkenal sebagai guru profesional adalah Yesus Kristus. Hampir seluruh
bagian Alkitab bersaksi tentang kegiatan Yesus sebagai seorang pengajar. Dengan
demikian tidak dapat diragukan lagi, bahwa Yesus adalah sang guru agung yang
profesional. Dia mengajar orang bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan dan
hikmat serta kebijaksanaan, tetapi terutama supaya “manusia memperoleh
perubahan dalam hidupnya” supaya manusia memiliki harapan dalam hidupnya dan
harapan itu tercapai melalui berbagai pembaruan hidup yang berproses.[19]
Profesi
juga merupakan
wewenang praktik suatu kejuruan yang bersifat pelayanan pada kemanusiaan secara
intelektual spesifik yang sangat tinggi, yang didukung oleh penguasaan
pengetahuan keahlian serta seperangkat sikap dan keterampilan teknik, yang
diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus yang penyelenggaraannya
dilimpahkan kepada lembaga pendidikan tinggi yang bersama melakukan izin
praktik atau penolakan praktik dan kelayakan praktik dilindungi oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku, baik yang diawasi langsung oleh pemerintah
maupun asosiasi profesi yang bersangkutan.
Dengan demikian pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa guru kristen yang profesional dituntut memiliki
kerinduan agar manusia yang di ajarnya berubah dari hidup keberdosaan. John M.
Nainggolan menyatakan dalam bukunya bahwa seorang yang profesional adalah
seorang yang menjalani profesi tertentu sesuai keahlian yang dimilikinya.
Profesi pendidikan PAK (religious
Educator) adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seorang religious educator dengan mana ia memperoleh penghidupan, dan
menganggapnya sebagai panggilan hidupnya (dalam Tuhan).[20]
Sebagai guru yang
profesional yang dipanggil dan diutus oleh Allah, Yesus tahu “apa”, “mengapa”
dan “bagaimana” mengajar. Dia mengerti apa tugas fungsi, dan peranan sebagai
guru dari Allah itu pertanda bahwa Yesus adalah guru yang bertanggungjawab akan
tugas-Nya. Sebagai guru yan bertanggungjawab, Yesus melakukan tugas-tugas
kependidikan dengan sungguh-sungguh. Tak sedikitpun Ia melalaikan tugas-Nya
sebagai guru.[21]
Dari beberapa pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa profesional guru PAK adalah memiliki rohani yang
baik, terampil mengajar, tekun dalam Panggilan melayani, dan menjadi guru yang
bertanggungjawab. Poin-poin tersebut dijabarkan menjadi ciri-ciri guru PAK yang
profesional.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode ex
post facto. Purwanto menyatakan bahwa, metode ex post facto adalah penelitian dimana variabel-variabel bebas
telah diteliti (variabel terikat) telah ada pada saat penelitian dilakukan.[22]
Ketika memulai penelitian ini, keterkaitan antara variabel bebas dengan
variabel terikat, maupun variabel bebas
dengan variabel terikat sudah terjadi secara alami dan peneliti dengan setting tersebut ingin melacak kembali
jika di mungkinkan apa yang menjadi faktor penyebabnya. Metode tersebut
digunakan untuk mencari hubungan antara
variabel-variabel di dalam penelitian ini,
yaitu variabel bebas guru PAK yang profesonal (X) dan prestasi belajar
peserta didik (Y). Untuk mencapai tujuan penelitian ini, digunakan teknik
regresi yaitu hubungan X dengan Y. Regresi merupakan teknik dalam rangka
mencari hubungan antara variabel X dengan variabel Y.
Metode penelitian meliputi semua keterangan
mengenai bagaimana penelitian dijalankan.[23]
Metode penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah metode
penelitian kuantitatif dengan korelasional yang bertujuan untuk mengetahui
apakah ada hubungan antara dua variabel. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
variabel adalah: “dapat berubah-ubah, berbeda-beda,
bermacam-macam (tentang mutu, harga, dsb); sesuatu yg dapat berubah; faktor
atau unsur yg ikut menentukan perubahan.”[24]
Dalam hubungannya dengan metode penelitian, Mohammad Nazir menuliskan bahwa
variabel adalah konsep yang mempunyai bermacam-macam nilai.[25]
Penelitian ini menggunakan dua variabel yang terdiri dari variabel
bebas (X) dan variabel terikat (Y). adapun variabel yang digunakan yaitu: Variabel bebas (independent variable) adalah guru PAK
yang profesonal. Variabel terikat (dependent variable) adalah prestasi
belajar peserta didik di SD bersubsidi Pondok Domba. Dalam
penelitian ini, hipotesa yang diajukan dianalisa dengan menggunakan Pearson Moment Corelation dengan bantuan
perangkat lunak (software) SPSS 20.0 for Windows.
Populasi
dalam penelitian ini adalah siswa SD Pondok Domba Jakarata pada semester II
tahun ajaran 2016/2017. Adapun jumlah seluruh
populasi pada penelitian adalah berjumlah 80 orang.Populasi adalah sekelompok
orang, benda, atau hal yg menjadi sumber pengambilan sampel; suatu kumpulan
yang memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian.[26]
Menurut Rick Yount sebagaimana yang dikutip oleh Andreas S. Subagyo, dari segi
hasil penelitian, populasi adalah
kelompok terbesar yang dipakai peneliti agar hasil penelitiannya dianggap
berlaku.[27]
Dan juga menurut Suharisimi Arikunto menyatakan bahwa populasi adalah
keseluruhan subjek penelitian.[28]
Sampel
yang digunakan adalah kelas dari populasi yang ada sebanyak 4 kelas yang
bejumlah 57 peserta didik. Sampel adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sifat suatu
kelompok yang lebih besar; bagian kecil yang mewakili kelompok atau keseluruhan
yang lebih besar.[29]
Soenarto mendefinisikan sampel sebagai suatu bagian yang dipilih dengan cara
tertentu untuk mewakili keseluruhan kelompok populasi.[30] Selanjutnya menurut Suharisimi
Arikunto menyatakan bahwa sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang di
teliti.[31]
Sugiono juga berpendapat bahwa, teknik sampling adalah teknik pengambilan
sampel. Selanjutnya Ia menyatakan bahwa teknik sampling ada dua yaitu: pertama,
Probability sampling, kedua, Nonprobability.[32]
Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel
yang memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel. Meliputi: Sampling
sistematis, sampling kuota, sampling
aksidental, purposive sampling, sampling jenuh, dan snowball sampling, simple rondom sampling.[33]
Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple rondom sampling yaitu cara pengambilan anggota sampel dari
populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi.
Sampel yang digunakan adalah kelas dari populasi yang ada sebanyak 4 kelas yang
bejumlah 57 peserta didik.
Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan satu instrumen untuk
mengumpulkan data tentang guru PAK yang profesional dan prestasi belajar siswa,
keduanya diambil dengan penyebaran angket kepada seluruh sampel yang ada.
Adapun angket sebagai instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini terdiri dari butir-butir pernyataan yang mewaliki tiap indikator
yang ada.
Instrumen
penelitian merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengumpulkan data
dalam penelitian. Untuk itu, diperlukan suatu uji validitas (ketepatan) dan
realibilitas (keandalan) sehingga instrumen tersebut benar-benar dapat mengukur
dengan tepat apa yang seharusnya diukur. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan instrumen penelitian dalam bentuk kuisioner atau angket seperti
yang terlampir.
Validitas
instrumen dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan software SPSS 20.0 for Windows untuk melihat ketepatan
dan keakuratan dari setiap butir
isntrumen tersebut dalam mengukur variabel-variabel yang hendak diukur.
Validitas diukur dengan menggunakan fungsi analisa korelasi yang menentukan
apakah setiap butir instrumen (skor item) memiliki hubungan yang kuat dan
signifikan dengan skor total dari setiap butir pernyataan. Tabel hasil uji
validitas instrumen dengan menggunakan SPSS 20.0 dan program software
Microsoft Office Excel 2010
terlampir. Reliabilitas
dari instrumen yang digunakan diuji dengan rumus Cronbach Alpha dimana melalui
ujian ini dapat diketahui apakah instrumen yang digunakan dapat diandalkan (reliable) dalam beberapa jenjang waktu
tertentu terhadap kelompok subjek yang sama pada kondisi normal.
Hasil Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif
murni menggunakan pendekatan ex
post facto dengan jumlah populasi 80 siswa dan sampel yang diambil
sebanyak 45 siswa di ambil secara acak, kelas III, VI, V dan kelas IV sebagai
kelas penelitian. Untuk mendapatkan data
guru PAK yang profesional, dan data
Prestasi Siswa disusun seperangkat instrumen
yang telah diuji validasi dan reliabel. Dari 27 butir untuk variabel guru PAK yang profesional, hanya 13 butir yang valid
dan reliabel. Dasar pengambilan keputusan
butir yang valid apabila r hitung > r tabel dan dikatakan reliabel r hitung > r tabel. Berdasarkan hasil
analisis penelitian Hubungan Guru PAK Profesional Dengan Prestasi Siswa di SD
Bersubsidi Pondok Domba Jakarta r hitung sebesar 0,552 atau 55,2% jika di konsultasikan pada taraf
05%, maka rtabel dengan N=57 dapat melihatnya pada α(n-2. 0,05)
sebesar 0,256. Artinya bahwa toleransi kesalahan sebesar 05%. Jika konstasi
pada taraf 01% maka rtabel dengan N=57 bisa melihatnya pada α(n-2.
0,05) sebesar 0,256 artinya toleransi kesalahan hanya sebesar 1%. Karena hasil
analisis sebesar 0, 552<0,256 dan 0, 552 <0,256 maka dapat
disimpulkan bahwa hubungan antara Guru PAK Profesional Dengan Prestasi Siswa di
SD Bersubsidi Pondok Domba Jakarta signifikan pada taraf 0,05% dan 0,01%.
Dari
tabel distribusi frekuensi dan histogram di atas dapat dijelaskan bahwa
variabel guru PAK yang profesional dari subyek penelitian yang berada di atas
rata-rata (50,21) sebanyak 32 responden dari total 58 responden atau sebesar
55,1% sedangkan subyek penelitian yang berada di bawah rata-rata sebanyak 26
responden atau 44,9%. Perbandingan tersebut menunjukan bahwa frekuensi guru PAK
yang profesional sebagian besar berada di atas rata-rata dan berdistribusi
normal sehingga dapat dikatakan bahwa guru PAK yang profesional dipahami dan diterapkan kepada subyek
penelitian. Data yang dikumpulkan tentang prestasi belajar siswa dengan rentang
skor antara 35 – 62 dan dianalisa menggunakan Analisis Statistik Deskriptif
Frekuensi, maka didapat nilai Mean
52,83; Median 55,00; Modus 58; Standar Deviasi 6,275 dan
Varian sebesar 39,373. Berdasarkan acuan Uji Normalitas yang telah dijelaskan
sebelumnya maka didapat perbandingan kurtosis
sebesar 0,502 dan skewness sebesar -
0,966 yang berarti data variabel berdistribusi normal dan memiliki
kecenderungan mengumpul di sekitar nilai rata-rata.
Dari
tabel distribusi frekuensi dan histogram di atas dapat dijelaskan bahwa
variabel prestasi belajar siswa dari
subyek penelitian yang berada di atas rata-rata (52,83) sebanyak 35 responden
atau 60,3% sedangkan subyek penelitian yang berada di bawah rata-rata 23
responden dari total 58 responden atau sebesar 39,7%. Perbandingan tersebut
menunjukan bahwa frekuensi variabel prestasi belajar siswa cukup signifikan.
Karena prestasi belajar siswa beristribusi normal dan dan memiliki
kecenderungan melebihi nilai rata-rata maka dapat dikatakan bahwa subyek
penelitian memahami dan mengalami prestasi belajar.
Kesimpulan
Berdasarkan
uji nomalitas dalam penelitian ini didapat bahwa kedua variabel yang diteliti
berdasarkan hasil output SPSS 24 menunjukkan keduanya berdistribusi normal
artinya data-data tersebut dapat dipakai untuk analisis berikutnya.
Berdasarkan
analisis keberartian dan kelinearan, hasil output SPSS 20.00 persamaan regresi
bersifat linear artinya prestasi belajar peserta didik memiliki hubungan dengan
profesionalisme guru PAK, dapat dilihat
bahwa nilai Sig. Linearity (0,000)
< dari α dan nilai Sig. Deviation from Linearity
(0.673) > dari α menunjukkan bahwa data dari variabel guru PAK yang
profesional dan variabel prestasi belajar siswa adalah linear.
Berdasarkan
uji hipotesis maka “terdapat hubungan yang positif dan signifikan , maka
koefisien korelasi antara variabel guru
PAK yang profesional dengan variabel prestasi belajar siswa sebesar 0,552 masuk
pada kategori sedang. Koefisien korelasi antara kedua variabel bertanda positif
sehingga hubungan ini disebut hubungan yang positif. Hubungan positif berarti
jika variabel bebas meningkat maka variabel terikat juga akan ikut meningkat,
demikian juga jika variabel bebas menurun maka variabel terikat juga akan
menurun.
Saran
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberikan saran sebagai
berikut:
1. Untuk meningkatkan prestasi siswa
yang maksimal maka SD Pondok Domba Jakarta sebagai tempat penilitian perlu
meningkatkan profesionalisme guru PAK.
2.
Kepada siswa diharapkan terus belajar dengan giat agar
dapat meningkatkan prestasi belajarnya.
3. Untuk
mendapatkan hasil penelitian yang komprehensif mengenai prestasi belajar siswa
penulis menyarankan untuk meneliti lingkunagan sekolah, keluarga dan masyarakat
sosialnya.
Bagi
pembaca penulis memberikan saran sebagai berikut:
a. Senantiasa taat pada peraturan
karena pada umumnya peraturan dibuat bukan untuk dilanggar melaikan untuk
menciptakan keteraturan, dimana keteraturan bisa menciptakan suasana yang lebih
baik dalam beraktifitas.
b. Sebagai pembuat, pengawas maupun
pelaksana peraturan, maka perlu memperhatikan pemberian hukuman terhadap
pelanggaran maupun pemberian hadiah terhadap ketaatan agar benar-benar
membentuk perilaku menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab,
Lembaga Alkitab Indonesia Edisi Studi, Jakarta LAI, 2010.
Arikanto,
Suharsimi. Prosedur Penelitian
(Jakarta: Rineka Cipta, 2002).
Barclay,
William. Duta Bagi Kristus (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1985).
Bilo, Dyulis Thomas. Bahan Ajar Pengajaran Tuhan Yesus Guru Agung,
(Jakarta: 2015).
Echols,
Jhon M. dan Shadily, Hasan. Kamus
Bahasa Inggris Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 1980), Cet ke-8.
Groome, Thomas H. Christian
Religious Education-Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2010.
Homrighausen,
E.G. Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985).
Kristanto, Paulus Lilik. Prinsip dan Praktek PAK Penuntun
bagi Mahasiswa Teologi dan PAK, Pelayan Gereja, Guru Agama dan keluarga Kristen, (Yogyakarta : Andi Offset ).
Nainggolan, John M. Pendidikan
Berbasis Nilai-Nilai Kristen (Bandung: Bina Media Informasi, 2011).
Nazir,
Mohammad. Metodologi Penelitian,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988).
Non Serano, Janse Belandina. Profesionalisme Guru & Bingkai materi Pendidikan Agama Kristen
SD, SMP, SMA “Edisi Revisi” (Bandung: Bina Media
Informasi, 2009).
Poerwadarminta, WJS.
Kamus Umum Bahasa Indonesia,
(Jakarta, Gramedia, 1980), Cet ke-12.
Purwanto.
Metodologi Penelitian Kuantitatif,
(Jakarta: Pusat Pelajar, 2010).
Rusman. model-Model
Pembelajaran Mengemabngkan Profesionalisme Guru
“Edisi Kedua” (Jakarta: PT Raja Grifindo Persada, 2014).
Shane, Harold G. Arti
Pendidikan Bagi Masa Depan, 2002.
Subagyo, Andreas B. Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif,
(Bandung: Kalam Hidup, 2004).
Soenarto.Teknik Sampling (Jakarta: Proyek
Pengembangan LPTK Ditjen Dikti Depdikbud, 1987).
Sugiono.
Metode Penelitian Pendidikan Penekatan
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D..
Tim Redaksi, Kamus
Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002).
Wijaya, Cece. Kemampuan Guru dalam Proses Belajar Mengajar,
(Bandung: Rosda Karya).
Sumber Internet:
Http.
Indonesia tak serius Garap Pendidikan diakses pada tanggal 20 Maret 2017
Http. Erhan-Math diakses
pada tanggal 20 Maret 2017
KONTRIBUTOR JURNAL
VOICE OF THE COVENANT
Vol. 1. No. 1,
Oktober 2017
Yuliani Mendrofa, M.Pd., adalah Staf Perpustakaan di STT Hagiasmos
Mission Jakarta. Memperoleh gelar Sarjana Teologi dari STT SETIA, Jakarta pada
tahun 2010. Gelar M. Pd. diperoleh dari STT IKSM SA pada tahun 2017. Isteri dari Bapak Fenieli Harefa, M.Pd.K dan Ibu dari Alfred Harefa dan Calvin Harefa. Saat ini berdomisili di Tanjung Priuk, Jakarta
Utara bersama keluarga.
[1] William Barclay, Duta Bagi Kristus (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1985), hlm 10.
[2] Harold G. Shane, Arti Pendidikan
Bagi Masa Depan. 2002, hlm 39.
[3] Http. Indonesia tak serius Garap Pendidikan diakses pada tanggal 20 Maret 2017
[4] Http. Erhan-Math diakses
pada tanggal 20 Maret 2017
[5] Ibid.
[8]
https://id.wikipedia.org
[10] Jhon M. Echols dan Hasan
Shadily, Kamus Bahasa Inggris
Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 1980), Cet ke-8, h.560-608
[12] Paulus Lilik Kristanto, Prinsip
dan Praktek PAK Penuntun bagi Mahasiswa Teologi dan PAK, Pelayan
Gereja, Guru Agama dan keluarga Kristen, (Yogyakarta
: Andi Offset ), Hal. 4
[13] Groome,
Thomas H. Christian Religious
Education-Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010. Hal 37
[14] Paulus Lilik Kristanto, Prinsip
dan Praktek PAK Penuntun bagi Mahasiswa Teologi dan PAK, Pelayan
Gereja, Guru Agama dan keluarga Kristen. Hlm. 4
[16]Rusman,
model-Model Pembelajaran Mengemabngkan
Profesionalisme Guru “Edisi Kedua” (Jakarta: PT Raja Grifindo Persada,
2014), 16-15.
[19]Janse
Belandina Non Serano, Profesionalisme
Guru & Bingkai materi Pendidikan Agama Kristen SD, SMP, SMA “Edisi
Revisi” (Bandung: Bina Media Informasi, 2009),29-30.
[20]John
M. Nainggolan, Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai Kristen (Bandung:
Bina Media Informasi, 2011), 123.
[22]Purwanto, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Pusat Pelajar, 2010),
181.
[23] Andreas B. Subagyo, Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif,
(Bandung: Kalam Hidup, 2004), h.433.
[24] KBBI Offline, Loc.Cit.
[25] Mohammad Nazir, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1988), 149.
[26] KBBI offline, Loc.Cit.
[27] Andreas B. Subagyo, Op.Cit.,
h.224.
[28]Suharsimi Arikanto, Prosedur Penelitian (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), 108.
[29] KBBI offline, Loc.Cit.
[30] Soenarto, Teknik Sampling (Jakarta: Proyek Pengembangan LPTK Ditjen Dikti
Depdikbud, 1987), h.2.
[31]Suharsimi Arikanto, Prosedur Penelitian, 109.
[32]Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Penekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D, 119-120.
[33]Ibid, 121.
Komentar
Posting Komentar