PERAN KOMPETENSI GURU PAK DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA/I DI SD KWITANG 2 PSKD JAKARTA PUSAT
PERAN KOMPETENSI GURU PAK
DALAM MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR SISWA/I
DI SD KWITANG 2 PSKD
JAKARTA PUSAT
Odaligo Zai,
M.Pd.K
ABSTRAK
Artikel ini ingin mengkaji tentang peran
kompetensi guru PAK dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Kajian yang
dilakukan bersifat kualitatif. Metode kualitatif dengan wawancara mendalam
kepada sejumlah siswa-siswi SD 2 PSKD Kwitang Jakarta Pusat. Penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan mutu guru PAK dalam memahami peran Kompetensi guru
PAK, dalam meningkatkan hasil belajar di
SD Kwitang 2 PSKD Jakarta Pusat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pembelajaran pendidikan agama Kristen di SD Kwitang 2 PSKD Jakarta Pusat belum
optimal. Berdasarkan temuan peneliti, peran kompetensi guru PAK harus
ditingkatkan secara optimal. Seharusnya guru PAK membuat materi pembelajaran
lebih kreatif dan menarik peserta didik. Minimnya pengalaman guru mengajar akan
berdampak negatif bagi peserta didik sehingga semangat belajar peserta didik
tidak maksimal mendapatkan pembelajaran yang baik. Peningkatan Kompetensi professional seorang guru akan sangat mendukung, menunjang, dan melancarkan jalannya proses
pembelajaran dengan efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan. Guru diharapkan mampu meningkatkan
kemampuannya dan dapat
bekerja dengan lebih profesional. Dan untuk menjadi
seorang guru yang profesional dalam menjalakan tugasnya, maka guru seyogianya memiliki kompetensi yang dipersyaratkan
kepadanya.
Kata-kata
Kunci: Guru PAK, Kompetensi, Hasil belajar.
PENDAHULUAN
Salah satu elemen penting dari hasil belajar peserta didik adalah kompetensi guru. Dalam
proses pembelajaran yang terus berkembang, guru dituntut memiliki kompetensi yang
tinggi. Peran guru
berkaitan dengan kemampuan memahami peran yang harus dilakukan seorang guru dalam
mengorganisasikan materi, berinteraksi, dan memberikan motivasi serta mencapai
hasil yang diinginkan. Di lain hal, kinerja seorang guru yang merosot akan mendapatkan sorotan dari
berbagai pihak terutama dari peserta didik, orang tua peserta didik, kepala
sekolah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya. Oleh sebab itu, guru diharapkan mampu
meningkatkan kemampuannya dan dapat
bekerja lebih profesional lagi. Untuk menjadi semakin profesional
dalam menjalakan tugasnya, para guru seyogianya memiliki beberapa kompetensi yang dipersyaratkan
kepadanya sesuai dengan Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005, bahwa
kompetensi yang harus
dimiliki seorang guru adalah kompetensi profesional, kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.
Guru yang memiliki
kompetensi tinggi memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan baik dalam masyarakat, bangsa dan Negara. Seorang guru
yang berkompetensi mampu menunjukkan perannya sebagai guru yang profesional dan
berdampak bagi peserta didik. Pendidikan
bertujuan agar siswa mengalami perubahan sebagai hasil dari belajar. Perubahan
yang dimaksud ialah menuju kepada perubahan yang positif. Perubahan tersebut
menyangkut hal kognitif, afektif, dan psikomotorik. Perubahan tersebut tentunya
akan menjadikan peserta didik
mengalami kemajuan dan kehidupan yang lebih
baik di masa yang akan datang. Dan tujuan
dari pendidikan tersebut dapat terwujud apabila memenuhi faktor-faktor yang
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, saling terkait, dan saling
mendukung satu dengan lainnya. Dalam hal ini, Dahar berpendapat bahwa,
Siswa kurang
bermutu atau memenuhi tujuan yang diharapkan dikarenakan beberapa faktor,
diantaranya: input yang kurang baik kualitasnya, guru dan personal yang kurang
tepat, materi yang kurang atau tidak cocok, metode mengajar dan sistem evaluasi
yang kurang memadai, kurangnya sarana penunjang, sistem administrasi yang
kurang tepat.[1]
Dalam dunia pendidikan,
input yang dimaksud menyangkut nara
sumber (guru), sedangkan materi menyangkut bahan pelajaran yang didapatkan dari
guru, ketepatan metode mengajar yang digunakan, dan senantiasa melakukan
evaluasi atas program yang sudah terlaksana, memenuhi sarana dan prasarana
pendidikan, serta melakukan administrasi pendidikan yang tertib dan disiplin.
Selain dari input yang disebutkan di atas, tentunya
hal yang menjadi faktor penentu keberhasilan dari tercapainya tujuan pendidikan
ialah dari siswa sendiri. Karena di dalam proses pembelajaran terdapat dua hal yang pokok, yaitu kegiatan
mengajar dan kegiatan belajar. Kegiatan mengajar merupakan tugas dari guru,
sedangkan kegiatan belajar adalah kewajiban seorang siswa. Kegiatan belajar dan
mengajar merupakan konsep yang tidak dapat dipisahkan. Belajar merujuk pada apa
yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar
merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar.
Dua konsep belajar
mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu dalam satu kegiatan. Di antara
keduannya itu terjadi interaksi dengan guru. Kemampuan yang dimiliki siswa saja
tidak mungkin dapat mendapatkan hasil yang baik, demikian juga sebaliknya
apabila sepihak saja dari guru hal ini tidak mungkin. Oleh sebab itu, hasil belajar
yang
dimaksud dalam hal ini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang siswa
setelah ia menerima pengajaran dari pengajar (guru), seperti yang
dikemukakan oleh Sudjana.
Hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan menurut Horwart
Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar:
Keterampilan dan kebiasaan, Pengetahuan dan pengarahan, Sikap dan cita-cita.[2]
Jadi, hasil belajar adalah pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah melalui proses pembelajaran yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu sendiri dan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kehidupan sehari-hari akan tampak kemampuan dari siswa tersebut akan berbeda ketika sebelum mendapatkan pendidikan dengan setelah mendapatkan pendidikan. Dengan demikian pendidikan berhasil, yaitu apabila siswa mendapatkan perubahan yang lebih positif.
Perubahan yang
dihasilkan dari pendidikan tersebut tentu bukan hanya sebatas dalam aspek
kognitif, namun juga perubahan dalam aspek afektif dan psikomotorik. Namun,
sering yang ditemukan dalam sekolah guru hanya menekankan pada aspek kognitif
saja. Pada mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen (PAK) tidak hanya menekankan
kemampuan kognitif, melainkan bagaimana melakukan ajaran-ajaran iman Kristen
tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, sesungguhnya tugas guru
PAK lebih unik dibandingkan dengan guru lainnya. Guru PAK harus membimbing
siswa agar menjadi murid Kristus; meneladani Yesus Kristus sebagai suritauladan
dalam kehidupan. Dilihat dari aspek tersebut, maka PAK sangat berperan dalam
membentuk karakter siswa; yang dalam hal ini adalah generasi penerus bangsa
dalam kualitas kerohanian yang baik.
Kemampuan peserta didik dalam pendidikannya
hasil belajar peserta didik,
tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor baik internal, yaitu diri peserta didik sendiri, dan juga
faktor eksternal yang meliputi guru, orang tua, teman bergaul, dan lingkungan
tempat tinggal. Guru sangat berperan dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik. Guru merupakan ujung
tombak dalam pendidikan. Guru memegang peranan penting dalam proses
pembelajaran, yaitu mendidik, mengajar, membimbing, dan menasehati. Hal ini dapat terwujud jika guru memiliki kompetensi.
Guru yang berkualitas dapat diukur dari kompetensi yang ia miliki dan kuasai.
Dengan demikian, hasil belajar siswa juga dapat dipengaruhi oleh kompetensi
guru. Guru dapat mendidik dan mengajar dengan baik berdasarkan kompetensi yang ia
miliki. Siswa berhasil dalam studi tidak terlepas dari pengaruh kompetensi guru
yang mengajar. Oleh sebab itu, guru seharusnya memiliki seperangkat kompetensi
yang sesuai dengan standar dalam undang-undang pendidikan.
Guru merupakan
fasilitator bagi peserta
didik
dalam proses pembelajaran, apabila kompetensi guru rendah maka dapat berdampak
negatif terhadap hasil belajar siswa. Guru yang memiliki kompetensi rendah
dapat berdampak buruk
dan mengakibatkan rendahnya mutu pendidikan, demikian sebaliknya
guru yang kompeten tentunya akan menghasilkan siswa yang kompeten juga. Guru
yang kompeten dapat menciptakan kualitas pembelajaran yang baik karena kualitas
pembelajaran sangat berpengaruh dalam pencapaian tujuan belajar. Dan guru yang
kompeten akan menjadi penyaji materi pelajaran yang baik, dan menguasai bahan
yang disampaikan. Kemampuan guru dalam membimbing peserta didik untuk belajar akan mendorong
peserta didik tersebut
menjadi lebih giat belajar, karena guru yang kompeten dapat
menciptakan kondisi atau iklim belajar yang baik, serta membangkitkan minat dan sikap siswa
sehingga akan mendorong dirinya untuk berusaha agar meraih prestasi yang
tinggi.
Seperti pada semua mata
pelajaran lainnya dituntut guru-gurunya harus berkompenten, maka demikian pula
berlaku dalam Pendidikan Agama Kristen sangat diperlukan guru PAK yang sangat berkompeten. Ketika guru PAK
menunjukkan semua
kompetensi tersebut dalam proses pembelajarannya maka
akan membuatnya menjadi guru yang profesional. Dalam proses pembelajaran PAK diperlukan guru
yang memiliki kemampuan menguasai bahan pengajaran, mengelola kelas, memilih
dan menggunakan metode mengajar dan media belajar, kemampuan berinteraksi
dengan peserta didik,
kemampuan dalam mengidentifikasikan peserta didik serta membimbing dan mengarahkan.
Dengan demikian, akan tercipta proses pembelajaran yang berkualitas. Dan proses
pembelajaran yang berkualitas akan berdampak pada hasil belajar yang sesuai
dengan tujuan.
Proses pembelajaran
yang baik ialah suasana belajar yang kondusif. Suasana kondusif akan meningkatkan
minat belajar peserta didik.
Oleh sebab itu, guru yang berkompeten pasti menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan pada mata pelajaran. Sikap antusias akan mata pelajaran akan
membuat peserta didik
berprestasi. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Slameto,
Bahwa untuk
menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus memiliki perhatian terhadap
materi yang dipelajarinya. Apabila materi pelajaran tersebut tidak menjadi
perhatian siswa, maka akan timbul kebosanan, sehingga berdampak pada keengganan
untuk belajar. Dengan demikian pada akhirnya berpengaruh pada hasil belajarnya.[3]
Akan tetapi, guru yang
kompeten akan dapat membuat peserta
didik
menyenangi mata pelajaran yang diampunya. Dengan demikian, apabila kompetensi
guru dalam mengajar tidak menjadi perhatian yang serius, maka akan berdampak
pada hasil belajar yang kurang baik. Oleh sebab itu, kompetensi guru merupakan
faktor penting dalam keberhasilan proses pembelajaran.
Hasil belajar yang
maksimal bukan hanya dipengaruhi oleh guru yang kompeten, melainkan juga
dipengaruhi oleh faktor dari peserta
didik
itu sendiri yaitu motivasi belajar. Menurut Makmur, motivasi merupakan suatu
kekuatan, daya atau suatu keadaan kompleks dan kesiapsediaan dalam diri
individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu. Apabila siswa memiliki
motivasi belajar yang tinggi dan positif, maka akan menghasilkan prestasi yang
baik. Motivasi belajar peserta
didik
yang tinggi akan menjadikan peserta
didik
tersebut memiliki kekuatan, daya dan kesiapsediaan dalam dirinya untuk belajar
dengan sungguh-sungguh.
Motivasi adalah keinginan
atau kecenderungan untuk mengatasi rintangan, melatih kekuatan, berusaha untuk
mengerjakan sesuatu yang sulit sebaik dan secepat mungkin. Berdasarkan defenisi
yang dikemukakan tersebut, motivasi belajar adalah keinginan atau kecenderungan
yang kuat untuk belajar. Orang yang memiliki motivasi belajar akan berusaha
mendisiplinkan dirinya untuk mempelajari setiap materi yang diajar. Peserta didik yang memiliki motivasi
belajar yang tinggi akan berusaha dengan segenap hati, kekuatan, pikiran, dan
bahkan faktor-faktor yang lain untuk fokus mempelajari materi ajar atau bahan
pelajaran yang sudah diajarkan oleh guru di sekolah kemudian dipelajari di
rumah. Disiplin dalam belajar, baik belajar di sekolah maupun belajar di rumah.
Peserta didik
yang memiliki motivasi belajar tinggi tidak akan mudah putus asa, memiliki
dorongan belajar yang kuat dan berusaha untuk mempelajarinya. Peserta didik yang memiliki motivasi
belajar cenderung memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas-tugas yang
diembannya.
Sedangkan peserta didik yang memiliki motivasi
belajar yang cenderung rendah akan mengalami kesulitan ketika menghadapi
tantangan-tantangan yang di hadapinya dalam proses belajar. Peserta didik tersebut kurang
berminat dalam menghadapi tugas-tugas belajar yang diberikan kepadanya sebagai
suatu tanggung jawab dan cenderung ‘kalah sebelum berperang’ ketika berhadapan
dengan tugas belajar yang mungkin berat dan banyak. Maka akibatnya peserta didik tersebut akan
mendapatkan hasil belajar yang rendah di sekolah.
BAHASAN
Kajian Teori
Kompetensi Guru
Istilah Kompetensi berasal dari
Bahasa Inggris yaitu competence yang
berarti kecakapan, kemampuan atau wewenang. Sementara dalam Kamus Bahasa
Indonesia dikemukakan bahwa kompetensi adalah wewenang (kekuasaan) untuk menentukan
(memutuskan sesuatu), dan kompeten adalah orang yang cakap mengetahui,
berwenang, berkuasa (memutuskan, menentukan) sesuatu.[4]
Dengan demikian bahwa seorang guru yang berkompeten dalam tugasnya adalah
seorang yang mampu dan bertanggung jawab dalam menentukan dan memutuskan suatu
tindakan yang akan dilaksanakannya terhadap anak dalam dunia pendidikan demi
keberhasilan sesuai dengan tujuan dari pendidikan yang telah digariskan menurut
undang-undang.
Kompetensi
guru merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban
secara bertanggung jawab dan layak. Kompetensi
sebagai karakteristik mendasar individu yang secara kausal berhubungan dengan
efektivitas atau kinerja yang sangat baik.
Kompetensi adalah seperangkat
tindakan intelegen penuh tanggungjawab yang harus dimiliki seseorang sebagai
syarat untuk dianggap mampu melaksankan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan
tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan
sebagai kemahiran, ketetapan,dan keberhasilan bertindak.
Homrighausen dan I. H Enklaar dalam bukunya yang berjudul pendidikan agama
Kristen menyatakan bahwa, seorang guru PAK harus mempunyai pengetahuan yang
cukup tentang iman Kristen, ia harus mengenal Alkitab dengan baik. Untuk itu
guru sendiri perlu di didik dan dilatih sebelum mengajar.[5]
Pandangan ini dapat disimpulkan seorang guru PAK berkompeten adalah Firman
Allah. Dengan pemahaman yang benar tidak membuat peserta didik bingung dan
tidak mengerti, maksud dan tujuan dari pesan yang disampaikan dalam pengajaran
untuk membimbing peserta didik dalam kebenaran.
Kompetensi guru
adalah ketrampilan, pengetahuan, sikap dasar serta nilai yang diceminkan
kedalam kebiasaan berpikir dan bertindak yang sifatnya berkembang, dinamis
serta dapat dipergunakan dan didapatkan setiap waktu. Yang mencakup
pengetahuan, kemampuan, ketrampilan yang dikuasai oleh peserta didik dari hasil
belajarnya serta dapat diwujudkan dalam perilaku kognitif, afektif, dan
psikomotoris. Sidjabat, mengutip pandangan Nurhadi:
Kompetensi
merupakan pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diwujudkan
dalam kebiasaan bepikir dan bertindak. Kompetensi dapat dikenali melalui
sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur dan diamati.
Kompetensi dapat dicapai melalui pengalaman belajar dikaitkan dengan bahan
kajian dan bahan pelajaran secara kontekstual.[6]
Dalam hal ini, Hamzah juga
berpendapat bahwa
Kompetensi merupakan
pengetahuan, ketrampilan, nilai, dan sikap, dasar yang direflesikan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus-menerus
memungkinkan seseorang menjadi kompeten dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap-sikap dasar dalam melakukan
kebiasaan.[7]
Kompetensi
guru yang meliputi kemampuan merencanakan satuan pembelajaran yang terdiri
dari pengorganisasian bahan pembelajaran, merencanakan kegiatan belajar
mengajar, merencanakan pengelola kelas, merencanakan media pengguna media dan
sumber pembelajaran. Kemampuan dalam praktik mengajar, yang terdiri atas
pengguna media, metode, dan bahan latihan sesuai dengan tujuan mengajar,
mendomastrasikan khas metode mengajar, mendorong dan menggalakan keterlibatan
peserta didik dalam pembelajaran, mendomostrasikan penguasaan materi pelajaran
dan relevasinya, melaksanakan evaluasi pencapaian peserta didik dalam proses
pembelajaran. Kompetensi guru dapat dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan,
ketrampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab
dalam melaksanakan peran sebagai agen pembelajaran. H.Syaiful Sagala berpendapat
bahwa,
Tugas dan
tanggung jawab guru bukan hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan kepada
anak didik melainkan lebih dari itu. Yakni guru juga berkewajiban membentuk
watak dan jiwa anak didik yang sebenarnya sangat memerlukan masukan positif
dalam bentuk ajaran agama, ideology, dan lainnya, memberikan bimbingan sehingga
anak didik memiliki jiwa dan watak yang baik, maupun membedakan mana yang baik
dan mana yang buruk, mana hal yang halal dan haram.[8]
Dari
pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa, dalam melaksanakan peran sebagai
guru bukan hanya sebatas ilmu, tetapi seluruh bentuk perilaku kehidupan guru
tersebut. Seorang guru menyadari bahwa perananya sebagai pendidik tidak hanya
main-main, tetapi merupakan suatu tanggung jawab untuk meningkatkan motivasi
belajar terhadap peserta didik. Guru tidak hanya berperan dalam intelektualnya
tetapi mencakup kepribadian peserta didik yang di ajar.
Setiap
guru PAK secara prinsip memiliki peranan yang sangat penting untuk meningkatkan
motivasi dan hasil belajar peserta didik dalam setiap proses pembelajaran di
sekolah. Setiap guru dituntut memiliki kompetensi yang baik dalam menjalankan
tugas dan tanggung jawabnya, oleh sebab itu seorang guru PAK perlu memiliki
pengetahuan yang luas. Pengetahuan yang dimiliki bukan hanya dari segi
intelektual saja tetapi juga kehidupan rohaninya, karena seorang guru PAK akan
menjadi panutan, teladan bagi peserta didik. seorang guru PAK perlu memiliki
kompetensi yang tepat seperti Yesus Kristus.
Sidjabat mengutip pandangan Howard G.
Hendricks,
yang perlu diperhatikan dalam diri Yesus sebagai guru
adalah memiliki kepribadian yang punya integritas, kesesuaian
antara ucapan dan perbuatan, pengajaran-Nya sederhana, realistis, dan tidak mengambang, isi berita-Nya bersumber dari Allah yang mengutus-Nya
relasional, motivasi kerjanya adalah kasih. [9]
Pandangan
ini dapat disimpulkan bahwa setiap guru PAK harus memiliki kepribadian seperti
Yesus Kristus. Dalam pengajaran, guru PAK bukan hanya menyampaikan materi saja
tetapi seluruh kehidupan kita akan ditiru, dicontoh, oleh peserta didik.
karakter itu juga penting. Karena, kewibawaan seseorang dapat dilihat dan
dikenal oleh lingkungan masyarakat sekitarnya. Karakter seseorang dapat dilihat
melalui kata-kata, melalui pemikiran dan perbuatan.
Kristus sebagai guru Agung,
sehingga seorang guru PAK mempunyai tanggung jawab untuk dapat mempengaruhi
serta membentuk pribadi orang lain sebab seorang guru PAK adalah seorang yang
rela membentuk pribadi Kristen di dunia ini.
Seorang guru PAK
yang berkompeten harus mengalami kelahiran kembali. Kelahiran kembali merupakan
titik awal dari kehidupan rohani Kristen. Orang yang belum mengalami kelahiran
baru pada mulanya tidak memiliki posisi, kecenderungan, kerinduan untuk hal-hal
yang berasal dari Allah sekarang mereka berpaling dan memiliki kecenderungan
kepada Allah. Lahir baru sebagai karya Allah Roh Kudus yang melalui Roh Kudus
pertama-tam membawa masuk dalam suatu hidup dengan Kristus. Seorang guru PAK
yang belum lahir baru, akan berdampak dalam kehidupannya, sehingga kompetensi
mengajarnya tidak bermanfaat bagi peserta didik, dengan kata lain peserta didik
sulit memahami arti PAK itu sendiri. Oleh sebab itu, sebagai guru PAK
dilahirkan kembali. Supaya kehidupannya berkompeten baik dalam pengajaran maupun
setiap nasihatnya mudah dipahami oleh peserta didik. jadi guru PAK dalam mengajar dan mendidik
sudah bertobat atau lahir baru (Yoh 3:10). Guru PAK yang sudah lahir baru, maka
dia mengerti perannya sebagai guru yang berkompeten dalam meningkatkan motivasi
dan hasil belajar bagi peserta didik. perannya adalah sebagai guru.
Kompetensi Pedagogik
Kompetensi
pedagogik yaitu
kemampuan yang harus dimiliki guru
berkenan dengan karakteristik peserta didik
dilihat dari berbagai aspek seperti moral, emosional dan
intelektual. Hal tersebut berimplikasi bahwa seorang guru harus mampu menguasai
teori belajar dan prinsip-prinsip belajar, karena siswa memiliki karakter,
sifat, dan Interest (menarik) yang berbeda.
Berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum, seorang guru harus mampu mengembangkan
kurikulum tingkat satuan pedidikan masing-masing dan disesuaikan dengan kebutuhan
lokal. Guru harus mampu mengoptimalkan potensi
peserta didik untuk mengaktualisasikan kemampuannya di kelas, dan harus mampu
melakukan kegiatan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan. Seorang guru mampu memotivasi peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensinya.
Sidjabat mengatakan ada dua bentuk kegiatan yang harus dilakukan seorang guru
secara berkesinambungan, yaitu; memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai
potensi akademiknya. Dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan potensi
nonakademiknya. Ada
enam segi kemampuan dan ketrampilan yang harus dikembangkan oleh
seorang guru, yaitu: penetapan
tujuan pengajaran, pengelolaan kelas, pemilihan metode, penyajian pelajaran,
penciptaan suasana belajar yang baik, serta perencanaan pelaksanaan dan
evaluasi pengajaran. Kemampuan yang
urus dimiliki guru berkenaan dengan aspek-aspek yang diamati, yaitu: enguasaan terhadap karakteristik peserta didik dari
aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. Penguasaan
terhadap teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Mampu
mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu. Menyelenggarakan
kegiatan pengembangan yang mendidik. Memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang
mendidik. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimiliki. Berkomunikasi secara efektif, empati, dan
santun dengan peserta didik. Melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil
belajar, memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan
pembelajaran. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas
pembelajaran.[10]
Dari
uraian tersebut benar-benar dituntut kinerja yang maksimal dan membutuhkan
suatu tanggungjawab yang bulat dan di dalam sikap yang utuh dalam melaksanakan
tugas pelayanannya dalam dunia pendidikan, demikian juga guru PAK. Tugas yang diemban merupakan pekerjaan yang mulia yaitu melaksanakan tugasnya sebagai tenaga pendidik yang
meliputi penguasaan pengetahuan, penguasaan metodologi, manajemen, dan sebagainya
yang tercermin dalam kinerja guru yang
berkompetensi. [11]
Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian sosial dari
seorang guru merupakan model dasar guru yang
bersangkutan dalam menjalankan tugas keguruannya secara profesional. Kegiatan
pendidikan pada dasarnya merupakan pengkhususan komunikasi personal atau guru
dan peserta
didik. Kompetensi kepribadian keguruan
menunjuk perlunya struktur kepribadian dewasa yang mantap, susila, dinamik dan
bertanggungjawab. Pelaksanaan sebagai guru harus didukung oleh suatu perasaan
bangga akan tugas yang dipercayakan kepadanya untuk mempersiapkan generasi
kualitas masa depan bangsa. Walaupun berat
tantangan dan rintangan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugasnya harus tetap
tegar dalam melaksanakan tugas sebagai seorang guru.
Pendidikan
adalah proses yang direncanakan agar semua berkembang melalui proses
pembelajaran. Guru sebagai pendidik
harus mempengaruhi ke arah proses itu sesuai dengan tata nilai yang dianggap
baik dan dalam masyarakat. Tata nilai termasuk
norma,
moral, estetika, dan ilmu
pengetahuan, mempengaruhi perilaku etik peserta didik sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat. Penerapan disiplin yang baik dalam proses pendidikan
akan menghasilkan sikap mental, watak dan kepribadian peserta didik yang kuat. Guru dituntuk harus mampu membelajarkan peserta didiknya tentang disiplin diri, belajar membaca, mencintai buku, menghargai waktu, belajar
bagaimana cara belajar, mematuhi aturan/tata
tertib,
dan belajar bagaimana harus
berbuat. Semuanya itu akan berhasil apabila guru juga disiplin dalam
melaksanakan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Guru harus mempunyai kemampuan yang berkaitan dengan
kemantapan dan integritas kepribadian seorang guru. Aspek-aspek yang diamati
adalah bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia. Menampilkan diri
sebagai pribadi yang jujur, berakhlat mulia, dan teladan bagi
peserta didik dan masyarakat, menampilkan diri sebagai yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menunjukan
etos kerja,
tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri, serta menjunjung tinggi kode
etik profesi guru.
Kompetensi sosial
Kompetensi
sosial tersusun atas dua kata yaitu kompetensi dan sosial. Kata sosial berasal dari kata socio yang artinya menjadikan teman secara terminologis sosial yang
dapat diartikan sebagai sesuatu yang dihubungkan, dikaitkan dengan teman atau
masyarakat. Kompetensi sosial
adalah kemampuan guru dalam berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sekolah maupun diluar lingkungan sekolah. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian
dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik dan masyarakat sekitar. Kompetensi sosial
merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya
memiliki kompetensi untuk berkomunikasi secara
lisan, tulisan, dan isyarat, menggunakan
teknologi komunikasi dan informasi secara funsional, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat, bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
Guru di mata
masyarakat dan peserta didik merupakan
panutan yang perlu dicontoh dan merupakan teladan dalam kehidupannya
sehari-hari. Guru perlu memiliki kemampuan sosial dengan masyarakat, dalam
rangka pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif. Dengan dimilikinya
kemampuan tersebut otomatis hubungan sekolah dengan masyarakat akan berjalan
dengan lancar, sehingga jika ada keperluan dengan orang tua peserta didik, para guru tidak akan mendapat kesulitan.
Kemampuan sosial meliputi kemampuan guru dalam
berkomunikasi, bekerja sama, bergaul simpatik, dan mempunyai jiwa yang
menyenangkan. Kriteria kinerja guru yang harus dilakukan adalah bertindak
objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama,
ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi, berkomunikasi
secara efektif, empati, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orang tua dan masyarakat, beradaptasi ditempat bertugas di seluruh wilayah
Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya, berkomunikasi dengan
komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk
lain.
Berdasarkan uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa kompetensi sosial guru meliputi: interaksi
dengan siswa, interaksi guru dengan kepala sekolah, interaksi guru dengan rekan
kerja, interaksi guru dengan orang tua siswa dan interaksi guru dengan
masyarakat. Sedangkan Arikunto mengemukakan kompetensi sosial mengharuskan guru
memiliki kemampuan komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama guru,
kepala sekolah, pegawai tata usaha bahkan dengan masyarakat.
Kompetensi Profesional
Kompetensi
merupakan kemampuan dan berwenangan guru dalam melaksanakan profesi
keguruannya. Guru dalam hal ini secara konteks pendidikan formal pada khusunya
merupakan sebuah profesi. Kata “professional” berasal dari kata sifat yang
berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai
keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainnya. Pekerjaan sebagai guru
adalah mengajar, mendidik, menilai, membimbing, melatih, mendampingin, memotivasi,
serta mengarahkan peserta didiknya mencapai tujuan belajar. Hal ini, guru
profesional benar-benar ahli di bidangnya, menguasai keilmuan atau apa yang
digelutinya termasuk Pendidikan Agama Kristen.[12]
Selain daripada itu, Syaiful Bhari Djamarah menegaskan guru tidak hanya
memiliki pengetahuan dan kritis, akan tetapi guru yang memiliki kemampuan yang
tinggi akan bersikap kreatif dan inovatif dan selalu mencoba dan mencoba
menerangkan berbagai penemuan baru yang dianggap lebih baik untuk membelajarkan
siswa. Kreatif dan inovatif menunjukkan bahwa guru tidak hanya menguasai bahan
materi tetapi guru diharuskan memiliki kemampuan berinovatif dan kreatif dalam
mengemas sebuah bahan yang diajarkan.[13]
Hal senada diungkapkan oleh H.A.R. Tilaar mengemukakan
bahwa guru profesional memiliki ciri-ciri, antara lain sebagai berikut: memahami dirinya dengan baik, berkembang dalam keilmuan yang kuat (dalam bidang studi
yang diajarkannya), mengerti minat
anak didik dan tahu bagaimana mengembangkannya,
mengembangkan
kreatif.[14]
Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanankannya kegiatan
pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar
yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang
kemudian disebut dengan proses belajar. Menurut Sudjana) hasil belajar adalah
adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya.[15]
Hasil belajar dibedakan dalam
3 kelompok yaitu: ketrampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian,
sikap dan cita-cita.
Sedangkan menurut Sardiman, hasil belajar adalah langsung berupa tingkah laku
siswa setelah melalui proses belajar-mengajar yang sesuai dengan materi yang
dipelajarinya. Sehingga hasil belajar dapat ditafsirkan sebagai output dari
proses belajar-mengajar. Output tersebut dipengaruhi oleh faktor jasmaniah,
psikologis dan kelelahan yang dikelompokkan sebagai faktor eksternya meliputi
faktor keluarga, sekolah dan masyarakat. Dimyati dan mudjiono mengatakan hasil
belajar adalah berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.[16]
Jika dikaji lebih dalam, maka hasil belajar terdapat
dalam taksonomi dibagi dalam tiga bagian, yaitu ranah kognitif, ranah afektif,
dan ranah psikomotor. Benjamin S. Bloom sebagaimana dikutip oleh Dimyati menyebutkan enam jenis perilaku ranah kognitif sebagai
berikut:
pengetahuan mencapai
kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingata,
pengetahuan itu berkenan
dengan fakta, peristiwa kaidah, teori, prinsip, atau metode,
pemahaman mencakup kemampuan
merangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari,
penerapan mencakup kemampuan
menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan
baru.misalnya menggunakan prinsip, analisis mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan
kedalam bagian-bagian shingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik,
sintesis mencakup kemampuan
membentuk sesuatu pola baru, evaluasi mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang
beberapa hal berdasarkan criteria tertentu.[17]
Adapun faktor-faktor yang mempengaruh hasil belajar sebagai
salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di kelas tidak terlepas
dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri. Slameto menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
sebagai faktor internal dan eksternal. Faktor
inetrnal adalah faktor
yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor internal meliputi;
faktor jasmaniah dan faktor psikologis.
Supaya belajar dengan baik
maka sangat penting kesehatan badani, sebab jika sehat maka terjamin dengan
cara selalu mengikuti aturan yang dianjurkan; belajar, istirahat, tidur, makan,
olahraga, rekreasi, dan ibadah. Keadaan cacat juga mempengaruhi cara belajar. Semua
aktifitasnya akan terganggu, terhambat baik dalam belajarnya.
Faktor eksternal adalah
faktor yang ada di luar individu. Faktor ekternal meliputi faktor keluarga,
faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Dalam keluarga pengaruh belajarnya sangat penting,
karena dipengaruhi cara mendidik dalam keluarga.
Faktor sekolah, dalam
sekolah mempengaruhi cara belajar peserta didik, disebabkan; metode mengajar,
kurikulum, relasi guru dengan guru, relasi siswa dengan siswa, displin sekolah,
pengajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode
belajar, dan tugas rumah. Faktor masyarakat, faktor ini juga berpengaruh dalam
belajarnya, berupa kegiatan siswa dalam masyarakat, baik dalam teman bergaul
dan kehidupan masyarakat.[18]
Syaiful Bahri Djamarah berpendapat bahwa hasil belajar dapat dilihat dengan
menggunakan tes penilaian
peserta didik, yaitu; tes formatif, tes subsumatif, tes sumatif. Tes prestasi
belajar secara sederahan dapat dijelaskan sebagai berikut.
Tes formatif, bertujuan
untuk mencapai feed back (umpan
balik), hasil penilaian tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki proses
belajar mengajar yang sedang atau yang sudah dilakukan. Tes formatif ini tidak
hanya berbentuk tes tulis, akan tetapi dapat berbentuk pertanyaan-pertanyaan
secara lisan ataupun tugas-tugas saat proses belajar mengajar atau seseudah
pelajaran berlangsung.
Tes subsumatif
mencakup sejumlah bahan pengajaran yang
telah diajar pada waktu tertentu. Supaya dapat memperoleh deskripsi daya serap
peserta didik dalam meningkatkan prestasi belajar. Tes sumatif
adalah penilaian ini
dilakukan untuk memperoleh data atau informasi sampai di mana penguasaan atau
pencapaian belajar peserta didik terhadap bahan pembelajaran yang telah
dipelajarinya.[19]
Berhasilnya seorang guru dan peserta didik, dapat
dilihat dari hasil belajarnya. Seorang guru Kristen, tentunya keberhasilanya mengusai
setiap materi dapat lihat dari perolehan prestasinya baik dalam kelas maupun
kehidupan sehari-harinya.
Dari kajian
teori di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar dalam penelitian ini adalah hasil belajar adalah prestasi
belajar yang dicapai peserta didik dalam proses kegiatan belajar
mengajar dengan membawa suatu perubahan dan pembentukan tingkah laku seseorang.
Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar dapat dikatakan berhasil, setiap
guru memiliki pandangan masing-masing sejalan dengan kompetensinya.
Hasil
belajar itu adalah suatu hasil nyata yang dicapai oleh peserta didik dalam usaha menguasai
kecakapan jasmani dan rohani di sekolah yang diwujudkan dalam bentuk raport hasil belajar adalah keterampilan,
kemampuan sehingga terbentuklah sikap dan bertambahlah ilmu pengetahuan.
Hasil belajar peserta didik terevaluasi lewat
nilai-nilai yang telah dihimpun dalam satu buku yang di kenal dengan laporan
hasil belajar peserta didik. Dari laporan hasil belajar yang ada dapat
diketahui prestasi para peserta didik. Laporan ini juga berhubungan dengan
syarat mutlak untuk kenaikan kelas. Dengan demikian laporan hasil belajar itu
menjadi bukti penting tentang hasil belajar peserta didik.
Untuk mendapatkan data tersebut, peneliti akan
menggunakan hasil angka raport peserta didik yang belajar PAK kelas IV semester
genap Tahun Akademik 2015/2016 di SD Kwitang 2 PSKD Jakarta Pusat.
Metode Penelitian
Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis
menggunakan metode penelitian kulitatif. Menurut Moleong, pengertian penelitian kualitatif adalah
membuat deskripsi objektif tentang fenomena terbatas dan menentukan apakah
fenomena dapat dikontrol melalui beberapa intervensi. Metode kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamatinya.[20] Penelitian Kualitatif
adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih
ditonjolkan dalam penelitian kualitatif.
Penelitian
kualitatif
adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subyek)
lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian
sesuai dengan fakta di lapangan. Selain
itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar
penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Terdapat perbedaan
mendasar antara peran landasan teori dalam penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif. Dalam
penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap
teori yang digunakan; sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak
dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir
dengan suatu “teori”.
Jenis metode penelitian yang
digunakan oleh penulis adalah metode deskriptif
kualitatif, dimana data-data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata.
Data tersebut berasal dari SD Kwitang 2 PSKD Jakarta Pusat yang merupakan sumber informasi, antara lain Wakil kepala
Sekolah, guru PAK, dan Siswa/i kelas IV SD Kwitang 2 PSKD
Jakarta Pusat.
Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian, maka ada beberapa hal yang menjadikan hasil temuan
penelitian yang akan penulis jabarkan. Setiap calon guru pendidikan agama Kristen yang
mengajar di SD Kwitang 2 PSKD Jakarta Pusat, melalui wawancara serta CV dan
yang lebih pentingnya adalah pemahaman teologi karena di PSKD lebih bersifat oikumene. Kurikulum yang diterapkan di SD Kwitang 2 PSKD Jakarta
Pusat
adalah kurikulum dari
Depag, dan juga memakai kurikulum nasional.
Guru PAK harus
membuat program sendiri
seperti program tahunan, RPP, silabus, ulangan harian, ulangan umum dan hasil.
Selain Guru PAK juga sebagai guru BK (Bimbingan Konseling).
Guru PAK tidak dilibatkan
sebagai wali kelas. Guru PAK di SD Kwitang 2 PSKD belum mendapatkan
sertifikasi guru. Guru PAK dan wali kelas sama-sama terlibat dalam
memecahkan masalah. Namun yang lebih berperan dalam hal ini
adalah wali kelas
masing-masing. Guru PAK belum menyampaikan materi secara kreatif,
hanya berdasarkan buku yang sudah ada. Guru PAK belum berperan mengevaluasi peserta didik.
Kurikulum sekolah minggu
berbeda dengan kurikulum sekolah formal.
Temuan hasil penelitian yang penulis peroleh berkaitan
dengan peran kompetensi guru PAK dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar
peserta didik. Peserta didik belum memahami pendidikan agama Kristen,
yang dapat dilihat melalui tindakan peserta didik sikapnya yang masih berani
berbohong kepada guru dan orang tua, dan mengeluarkan kata-kata kotor. Dari
hasil raport kelas IV semester genap T.A. 2015/2016 SD Kwitang 2 PSKD Jakarta
Pusat,
peneliti menyimpulkan hasil
belajar peserta didik baik. Terbukti dari hasil raport yang ada,
di mana sebagian peserta
didik mendapatkan nilai yang baik, namun masih ada juga nilai yang biasa saja. Peneliti menyimpulkan bahwa peran kompetensi
guru PAK dalam meningkatkan hasil belajar masih belum optimal.
Guru PAK yang berkompetensi
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Kesimpulan
Guru PAK bukan hanya mampu menyajikan materi di dalam
kelas, dalam proses pembelajaran guru PAK benar-benar memahami posisinya
sebagai guru yang berkompeten, membuat materi pembelajaran lebih kreatif dan
menarik
sehingga mampu
mengimplementasikan dalam dirinya (sebagai guru) dan juga pada orang lain
termasuk peserta didik.
Seorang guru PAK tidak hanya memperlengkapi peserta
didik secara kognitif, akan tetapi guru PAK berperan penting mengamati, serta
terlibat dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi peserta didik. Guru PAK mampu menganalisis motif-motif yang
melatarbelakangi peserta didik bermasalah. Mampu mempengaruhi peserta didiknya
membangkitkan minat belajar serta kepribadian yang mencerminkan seorang
pendidiknya.
Hasil belajar adalah prestasi belajar yang dicapai
peserta didik
dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan membawa suatu perubahan dan
pembentukan tingkah laku seseorang. Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar
dapat dikatakan berhasil, ketika hasil belajar peserta didik terevaluasi lewat
nilai-nilai yang telah dihimpun dalam satu buku yang di kenal dengan laporan
hasil belajar peserta didik. Dari laporan hasil belajar yang ada dapat
diketahui prestasi para peserta didik. Laporan ini juga berhubungan dengan
syarat mutlak untuk kenaikan kelas. Dengan demikian laporan hasil belajar itu
menjadi bukti penting tentang hasil belajar peserta didik.
Berdasarkan hasil nilai raport kelas IV tersebut,
baik. Keempat nilai tersebut, merupakan nilai rata-rata 85, 90, 91, 91 berdasarkan standar Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) PSKD khususnya pendidikan agama yaitu
70 ini menujukkan angka yang bagus. Hasil yang sudah ada menunjukkan bahwa
peserta didik bagus. Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai
kegiatan belajarnya. Namun
yang perlu diperhatikan adalah bahwa pencapaian angka-angka tersebut belum
merupakan hasil belajar yang sejati dan bermakna. Guru PAK menyampaikan materi tersalurkan dengan baik
secara sistematis, maka hasil belajarnya pun baik. Guru yang berkompetensi
tentu akan membawa dampak bagi peserta didik yang dilihat sacara jelas salah
satunya adalah hasil belajar.
Peran
guru PAK di SD 2 PSKD memang sudah berdampak bagi meningkatnya hasil belajar
PAK siswa, namun pengaruhnya belum signifikan. Hal ini dapat dilihat dari hasil
dan temuan dalam penelitian.
Saran
Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa baik, namun siswa belum mencerminkan nilai-nilai karakter Kristiani secara maksimal. Untuk semuanya itu dibutuhkan peran kompetensi guru
PAK dalam merubah karakter peserta didik, sehingga hasil belajar peserta didik
lebih baik, dan nilai
karakter dalam diri peserta didik harus benar-benar diperhatikan.
Agar kegiatan proses belajar
mengajar berjalan dengan baik, diharapkan seluruh pihak sekolah, mengawasi kegiatan
mengajar dengan baik supaya peran kompetensi guru PAK dapat terealisasikan
dengan baik. Agar guru PAK lebih kreatif, disarankan mengikuti
pelatihan-pelatihan, serta seminar-seminar tentang pendidikan mengenai
pendidikan agama Kristen. Diharapkan agar Guru PAK lebih fokus dalam sesuai dengan profesinya.
Guru PAK masih
minim pengalaman mengajar, oleh
sebab itu disarankan lebih
berlatih terus-menerus. Guru PAK di sarankan agar tidak hanya dilihat secara kognitif, tetapi tanamkan
nilai-nilai karakter yang baik kepada peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia Edisi
Studi, Jakarta LAI, 2010.
Amir, Daien. Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1973.
Arikunto, Suharsimi. Pengelolaan Kelas dan
Siswa, Sebuah Pendekatan Evaluatif.
Bandunga: Remaja Rosdakarya, 1977.
Budiningsih, Asri. Belajar Dan Pembelajaran, Jakarta:
Rineka Cipta, 2005.
Boeree,
George. C. Metode Pembelajaran dan Pengajaran, Penerbit: AR-Ruzz Media, 2008.
Bloom,
Benjamin S. Evaluation to Improve Learning, New York: Graw Hill Book Company, 1961.
Dahar,
R. W. Teori-Teori Belajar, Jakarta: Erlangga, 1988.
Daliyono.
Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005.
Darsono, Max. Belajar dan Pembelajaran,
Semarang: IKIP Semarang Press, 2000.
Daryanto. Belajar dan Mengajar, Bandung:
Cv. Yrama Widya, 2010.
Dimyati. Belajar dan Pembelajaran,
Jakarta: Depdikbud, 2005.
Djamarah, Syaiful Bahri. Strategi
Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak
Didik, Jakarta: Rhineka Cipta, 2010.
Danarjati, Dwi Prasetia. Pengantar Psikologi Umum,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013.
Gultom, Andar. Profesionalisme
Standar Kompetensi, dan pengembangan
profesi guru PAK, Bandung: Bina Media Informasi, 2007.
Gunarsa,
Singgih D dan Yulia, Gunarsa. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta: Franken,
Robert E. Human Motivation. California: Brooks Cole Publishing Company, 1998.
BPK Gunung Mulia, 2008.
Habsari, Sri. Bimbingan & konseling SMA Kelas XII, Jakarta: PT Grasindo, 2000.
Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar, Bandung: Bumi Aksara, 2003.
Hamzah
B. Uno. Teori Motivasi dan
Pengukurannya, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.
Hendara,
Surya. Jadilah Pribadi Yang Unggul, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010.
Homrighausen dan Enklar. Pendidikan
Agama Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.
Hurlock, Elisabeth. Psikologi
Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1980.
Iskandar, Agung. Meningkatkan Kreativitas
Pembelajaran Bagi Guru, 2010.
Moeloeng,
Lexy J. Teknik Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.
Purwanto, M. Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoretis Dan Praktis,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.
Mahfud, Shalahuddin, dkk. Metodologi Pendidikan Agama, Surabaya:
Bina Ilmu, 1987.
Malik
Fadjar. Holistika Pemikiran Pendidikan, Jakarta:
Raja Grafindo,
2005.
Mardianto. Psikologi Pendidikan, Medan: Perdana Publishing, 2012.
Mulyasa,
E. Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru, 2007.
Mulyasa, E. Kurikulum Berbasis
Kompetensi.Bandung:Remaja Rosdakarya, 2003.
Mulyasa, E. Menjadi Guru Profesional, Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2005.
Mulyasa, E. Kurikulum Berbasis
Kompetensi, Bandung:Remaja Rosdakarya, 2003.
Nasution,
S. Didaktik Azas-Azas Mengajar, Bandung: Jemmars, 1986.
Olivia, Femi. Teknik Ujian Efektif, Jakarta:
PT Elex Media Komputindo, 2011.
Purwanto,
Ngalim. Administrasi dan supervise Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.
Shadily, Hasan. Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1996.
Sudjana,
Nana. Dasar-dasar Proses Belajar
Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensido Offset, 2000
Sabri,
Alisuf. Pengantar Psikologi
Umum dan Perkembangan, 2007.
Sardiman
A.M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2006.
Sagala, Syaiful H. Kemampuan Profesional
dan Tenaga Kependidikan, 2003.
Samana.
Profesionalisme Keguruan, Yogyakarta: Kanisius, 1994.
Sidjabat, B. S. Menjadi Guru
Profesional, Bandung: Sebuah Perfektif Kristiani, 2000.
Slamteo.
Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta.
Soeherman,
Bonnei & Sugianto, Untung. Motivasi Tiga Belas, Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, 2010.
Sunaryo, Psikologi Untuk Keperawatan,
Jakarta: EGC, 2004.
Suyanto, Asep. Menjadi Guru Profesional,
Jakarta: Erlangga, 2013.
Sunhaji, Strategi Pembelejaran,
Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2009.
Thursan,
Hakim. Belajar Secara Efektif, Jakarta: Niaga Swadaya, 2002.
Tilaar,
H.A.R. Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi, Jakarta:
Gramedia, 1997.
Tim
Penulis. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional.
Yogyakarta: media Wacana Perss.
Uno B. Hamzah. Profesi Kependidikan,
Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Usman, Uzer Moh. Menjadi Guru Profesional,
Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003.
Varia, Winasih., Psikologi Pendidikan,
Medan: La Tansa Perss, 2009.
Yamin, Martin. Profesionalisasi guru dan
implementasi KTSP, Jakarta: Gunung Persada, 2007.
Y. Roestiyah. Didaktik Metodik, Jakarta: Rineka Cipta, 1978.
Y. Roestiyah. Strategi Belajar Mengajar,
Jakarta: Rineka Cipta, 1991.
KONTRIBUTOR JURNAL
VOICE OF THE COVENANT
Vol. 1. No. 1, Oktober 2017
Odaligo
Zai, M.Pd.K, adalah Puket II (Bid. Keuangan) di STT
Covenant Indonesia. Memperoleh gelar Sarjana Teologi dari STT SETIA, Jakarta
pada tahun 2013. Gelar M. Pd.K diperoleh dari tempat yang sama pada tahun 2016.
Suami
dari Testarian
Hia, S.Pd.K, dan ayah dari Alca Jeremy Zai. Saat ini
berdomisili di Kalideres, Jakarta Barat bersama keluarga.
[2] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung:
Sinar Baru Algensido Offset, 2004), h. 22.
[3] Slamteo, Belajar
dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h.
56.
[4] Tim Penyusun, KBBI (Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional), 2013, h. 1300.
[5] Homrighausen dan
H.I. Enklar, Pendidikan Agama Kristen
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), h.165.
[10]
Sidjabat B. S, Ibid, h.83.
[14] Martha Tilaar, Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi:Visi,
Misi, dan Program Aksi Pendidikan dan Pelatihan menuju 2020 ( Jakarta:
Gramedia, 1997), h.279-302.
[15] Nana Sudjana, Ibid.,
h. 22.
[16]
Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta:Raja
Grafindo Persada, 2007), h. 51.
[18]
Slamteo, Belajar
dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h.76-77.
Komentar
Posting Komentar