PERAN GEMBALA DALAM KONSELING KRISTEN KEPADA JEMAAT DI GATYI BOGOR
PERAN
GEMBALA DALAM KONSELING KRISTEN KEPADA
JEMAAT DI
GATYI BOGOR
Dr. Ir. Johan
MP. Pasaribu
ABSTRAK
Artikel ini
ingin mengkaji tentang peran gembala dalam konseling Kristen kepada jemaat. Kehidupan
kekristenan tidak terlepas dari persoalan, kesulitan dan penderitaan hal ini dapat menyebabkan krisis dalam kehidupan
orang-orang percaya yang seringkali mengakibatkan stress dan kegoncangan
mental. Dalam hal ini, diperlukan peran gembala sebagai konselor dalam pelayanan
pastoral. Metode penelitian yang dilakukan bersifat kualitatif. Penelitian yang
dilakukan di GATYI Jemaat Pengudusan Bogor dengan cakupan wawancara terbuka
untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku baik
individu gembala, aktivis Gereja, dan jemaat. Penulis juga melakukan pengamatan
langsung ke GATYI jemaat Pengudusan sehingga mendapatkan data secara
komperehensif. Temuan dalam penelitian ini adalah usaha membuka ruang konseling
yang dilakukan oleh gembala GATYI Bogor sudah maksimal, namun jemaat masih
kurang memahami arti penting dari konseling. Banyak di antara jemaat yang
ketika menghadapi kesulitan hidup mengambil keputusan yang di luar dari
kebenaran Firman Tuhan. Oleh sebab itu tugas dari gembala sebagai konselor di GATYI
Bogor masih harus ditingkatkan secara spesifik. Jemaat harus diajar agar
mengambil keputusan yang sesuai dengan Firman Tuhan (Alkitab).
Kata-kata
Kunci: Gembala, Konseling Kristen, Pastoral, Konselor.
PENDAHULUAN
Kehidupan orang Kristen
tidak terlepas dari persoalan, kesulitan dan penderitaan. Ketika hal ini menimpa
orang Kristen seringkali mengakibatkan stress dan kegoncangan mental. Sehingga
tidak heran ada banyak sekali anggota jemaat yang meninggalkan gereja. Realita
seperti ini merupakan tantangan hidup orang Kristen dari dahulu hingga saat
ini. Gereja dalam hal ini gembala dan hamba-hamba Tuhan lainnya tidak boleh
pasrah dengan keadaan yang ada. Gereja selaku tempat pemulihan, memiliki peranan
yang besar sekali dalam pelayanan pembimbingan mereka. Oleh sebab itu, peranan
Konseling Kristen dalam pelayanan pastoral di dalam gereja sangat penting,
dengan harapan dapat memberi kontribusi yang cukup berarti bagi anggota jemaat
dalam menghadapi persoalan, mengatasi krisis, mengubah kebiasaan dan sikap
hidup yang merugikan, meningkatkan gairah hidup di tengah-tengah dunia ini.
Gembala berperan penting dalam konseling Kristen. Ia
berpran melakukan suatu proses pembimbingan yang dinamis dengan tuntunan Roh
Kudus untuk menyampaikan nasehat, petunjuk, peringatan, teguran, dorongan dan
ajaran dari perspektif Kristen (Alkitab), yang di dalamnya terdapat upaya
menyampaikan pertimbangan yang memberikan kemampuan kepada konseli untuk
membuat keputusan (sendiri) yang bijaksana, serta membawa perubahan,
peneguhan,dan pertumbuhan rohani. Konseling dilakukan dalam tuntunan Roh Kudus
dan terang Firman Allah, yang melibatkan seseorang konselor Kristen dalam upaya
menolong konseli agar menikmati pemulihan, perubahan, dan pertumbuhan di dalam
Kristus.
Proses konseling merupakan hubungan timbal balik antara
konselor dan konseli, dimana konselor harus dapat mengerti dan mengetahui
masalah yang terjadi pada konseli yang sedang membutuhkan pertolongan dan
bimbingan dari konselor tersebut. Gembala sebagai seorang konselor harus bisa
menerima konseli dengan apa yang ada pada dirinya sehingga konselor dapat
membimbing konseli kepada suatu pengambilan keputusan sendiri tanpa membawa
beban baru. Konseling Kristen berfungsi memberikan bimbingan kepada konseli,
menuntun kepada kebenaran Firman Allah, dan menyelesaikan masalahnya sesuai
dengan Firman Allah yang dipimpin oleh Roh kudus.
Pastoral konseling yang dilakukan adalah hubungan timbal
balik antara hamba Tuhan (pendeta, pengijil, dan sebagainya) sebagai konselor
dan konselinya (klien atau orang yang meminta bimbingan) dimana konselor
mencoba membimbing konselinya kedalam suasana percakapan konseling yang ideal.
Dengan demikian konseli mampu melihat tujuan hidupnya dalam relasi dan
tanggungjawabnya pada Tuhan dan mencoba mencapai tujuan itu dengan takaran,
kekuatan, dan kemampuan seperti yang sudah diberikan Tuhan kepadanya. Oleh
sebab itu, gembala sebagai konseler Kristen sangat dibutuhkan oleh gereja
karena banyak dari anggota gereja yang memiliki masalah dan membutuhkan
bimbingan dari konselor dan gembala. Karena sampai saat ini peranan konseling
Kristen sangat dibutuhkan bagi banyak anggota jemaat gereja. Anggota jemaat
dalam gereja banyak menghadapi masalah, baik masalah dalam keluarga maupun
masalah dari luar (lingkungan) dimana mereka tinggal.
Oleh sebab itu jemaat perlu diberikan arahan serta
bimbingan bila mereka datang minta tolong untuk dibimbing ke arah pemecahan
masalah sehingga mereka mendapatkan solusi yang baik. Peranan konseling dalam
gereja juga merupakan salah satu sarana yang tepat untuk membantu setiap
anggota jemaat yang tidak dapat memecahkan masalahnya sendiri, sehingga
konselor harus memberikan waktu dan tenaganya dalam membantu memberikan saran-saran
kepada aggota jemaat yang membutuhkan pelayanan konseling.
BAHASAN
Kajian Teori
Definisi Konseling
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “peranan”
berarti bagian yang dimainkan oleh seorang pemain atau tindakan yang dilakukan
oleh seseorang dalam suatu peristiwa.1 Kata
“pelayanan” berarti “kegiatan”, aktifitas, kesibukan. 2
Secara etimologi, menurut Magdalena Tomatala, bahwa kata konseling berasal dari
kata benda “ Counsel ”, yang diangkat dari kata latin “Consilium” yang dari
kata dasar “Consilere” yang berarti “Consult” yaitu mencari pandangan atau
nasehat orang lain, yang berfungsi sebagi penutun untuk pertimbagan dan pembuat
keputusan. Dari sudut lain, Magdalena Tomatala juga menjelaskan bahwa :
Kata kerja to counsel, conseling (konseling)
berarti memberi nasehat, petunjuk, peringatan, teguran, dorongan ajaran untuk
mengajar daan penyerahan diri (sub mission) dalam upaya mengatasi masalah dan
menangani perilaku negatif dari seseorang individu.3
Dari pengertian di
atas, konseling dapat dijabarkan sebagai suatu penyampaian nasehat, petunjuk,
peringatan, teguran, dorongan, dan ajaran untuk memberikan pertimbangan guna
membuat keputusan yang bijaksana sebagai upaya mengatasi masalah serta
menangani atau menyelaraskan perilaku.4 Gary R. Collins mengartikan
konseling adalah hubungan timbal balik antara dua individu, yaitu konselor yang
berusaha menolong atau membimbing dan konseli yang membutuhkan pengertian untuk
mengatasi persoalan yang dihadapinya.5 Usaha pertolongan dan
bimbingan dari konselor kepada konseli adalah suatu hal yang penting, untuk
membantu konseli keluar dari persoalannya. Jika konseli yang datang
dengan permasalahannya tidak mendapatkan bantuan atau jalan keluar maka konseli
itu tidak akan merasa puas dan nyaman. Surya berpendapat bahwa:
Konseling
adalah suatu situasi pertemuan tatap muka dimana seorang dari dua orang yang
terlibat dalam situasi itu yang karena latihan dan keterampilannya atau karena
mendapatkan kepercayaan dari orang ke dua; berusaha menolong yang kedua itu
menghadapi, menjelaskan, memecahkan dan menanggung masalah pnyesuaian diri. 6
Dari kutipan di atas
penulis mengartikan bahwa adalah proses pertemuan tatap muka antara dua orang
yang sedang berada dalam satu situasi untuk membicarakan masalahnya. Kata
konseling sudah menjadi istilah mengenai kegiatan, yang mendukung berbagai
macam prosedur yang meliputi usaha-usaha seperti memberi nasehat, memberi
dorongan, menyampaikan informasi, dan menganalisa suatu fakta atau masalah. Dalam
Alkitab ada banyak kisah yang dapat dijadikan contoh konseling seperti dalam
Perjanjian Baru yakni Yoh 4:1–42; I Tes 2:11, dimana Paulus mengingatkan
orang-orang Kristen di Tesalonika bahwa ia telah bekerja dengan setiap orang
secara individu dalam usahanya untuk membimbing mereka kepada kedewasaan
rohani.
Dari beberapa definisi mengenai konseling di atas maka
penulis menyimpulkan bahwa konseling adalah upaya yang dilakukan oleh seorang
konselor untuk, membebaskan, menolong, membimbing, mengarahkan, dan
menyelamatkan atau menasehati, konseli yang sedang berada dalam ikatan
permasalahan itu yang membuat dirinya sedang tidak berdaya. Supaya pribadi yang
bersangkutan mengetahui permasalahan yang menghimpitnya dan mampu mengatasi
permasalahan itu tanpa harus bergantung pada orang lain atau dengan kata lain
konseling adalah pemberdayaan konseli untuk membangkitkan potensi dirinya agar
mampu bergumul dan mengatasi masalah yang sedang menghimpit dirinya. Konseling
dapat berfungsi dengan baik jika terbinanya kerja sama diantara konselor dan
konseli. Disamping itu konseli banyak dilakukan dimana-mana, baik secara resmi
sesuai dengan jabatannya dan lembaga badan yang menyelenggarakan, maupun secara
tidak resmi bahkan seringkali secara tidak disadari seseorang, karena
keinginannya membantu orang lain sebenarnya telah melakukan sesuatu yang
identik dengan melakukan atau memberikan konseling. Singgih D. Gunarsa,
berpendapat bahwa konseling adalah “suatu hubungan yang bebas dan berstruktur
membiarkan klien memperoleh pengertian sendiri yang membimbing untuk menentukan
langkah-langkah positif kearah orientasinya yang baru. Dari kutipan di atas
penulis mengartikan bahwa konseling adalah suatu proses interaktif atau
komunikasi yang di lakukan dengan suasana santai namun terarah untuk menemukan
suatu keputusan yang positif. Tujuan membantu konseli untuk menolong diri
sendiri dicapai dengan cara menciptakan suasana saling memahami antara konselor
dan konseli, supaya tercipta komunikasi yang baik dan lancar antara keduanya.8 Komunikasi adalah unsur penting dalam pertemuan
konseling. Demikian pentingnya komunikasi hingga ahli konselor Ariyatmi
mengatakan bahwa,
Komunikasi
merupakan kunci proses pertolongan, jika konselor berhasil menciptakan kualitas
komunikasi (dalam hubungannya dengan konseli yang tepat/menggantungkan, seperti
konseli merasa diterima dan bebas dari acaman maka separuh dari proses terapi
telah dilakukan dalam suasana itu konseli akan berani mengadakan eksplorasi
kedalam dirinya. Ia akan berani memperoleh kekayaan untuk menlong diri sendiri.9
Menolong konseli dengan mengerti dan memahami masalah
yang sedang dialaminya, konselor mendengarkan setiap kata yang diucapkan
konseli, kemudian konselor membimbing pemikirannya ke arah pemecahan masalah. Kekuatan
konseling terdapat di dalam hubungan (relationship) yang penuh kehangatan, ketulusan hati dan saling
mempercayai.10 Relationship atau hubungan ini merupakan keterampilan
yang pokok dalam konseling. Dalam hubungan ini seseorang dapat membuat pilihan
dan keputusan yang sangat penting dalam hidupnya.
Pentingnya hubungan
dalam pelayanan konseling ini adalah membantu seseorang menghadapi masalah dan
membantu konseli agar dapat membuat pilihan, atau satu keputusan sendiri yang
sangat penting dalam hidupya. Konseling adalah suatu pecakapan atau hubungan timbal
balik antara konselor dan konseli, konselor berperan sebagai orang yang
membantu dalam memahami konseli berempati dengan masalah yang dihadapi konsli. Dalam
proses konseling percakapan sangat penting, karena dalam situasi itulah konseli
memiliki banyak waktu, untuk semua menceritakan persoalannya kepada konslor
yang siap untuk mendengar dan membantu konseli dalam menghadapi masalahnya. Menurut
Junana Wijaya, dalam bukunya yang berjudul “Psikologi Bimbingan” mengatakan
bahwa:
Dalam konseling, konselor berupaya
memberikan bantuan kepada konseli (bukan mengambil tanggung jawab konseli),
agar dia lebih sadar akan dirinya dan masalah yang di hadapi, serta mampu
membuat keputusan yang tepat untuk keluar dari masalah itu.11
Fungsi dari konseling
adalah berupaya memberikan bantuan kepada konseli, tetapi konselor, sama sekali
tidak memiliki hak dalam mengambil keputusan bagi konselinya, tetapi memberikan
pilihan yaitu keputusan mana yang harus diambilnya dalam menghadapi masalahnya
sendiri. Konseling dan bimbingan memiliki tujuan yang sama yaitu, untuk
memberikan bantuan kepada konseli dalam mengambil keputusan terhadap
permasalahan yang dihadapinya. Grow mengemukakan pendapat tentang konseling
atau bimbingan yaitu
Bimbingan
merupakan bantuan yang diberikan oleh orang yang berwewenang dan terlatih baik
pada perseorangan untuk mengatur kegiatannya sendiri, mengembangkan pandangannya sendiri, mengambil
keputusannya sendiri,dan menanggung bebannya sendiri.”12
Konseling atau
bimbingan berfungsi untuk membantu seseorang dalam menentukan pilihan dan
memecahkan masalah yang dihadapi oleh orang yang ditolong tersebut. Proses
menolong dalam konseling, menghendaki adanya usaha bersama dan keterlibatan
bersama, yaitu konseli dan konselor harus bersama memahami persoalan dan
mencari jalan keluar dari persoalan itu. Untuk itu konseli harus memberikan
kepercayaan kepada konselor seluruh fakta, perasaan, sikap, dan segala isi hati
sehubungan dengan masalahnya. Konselor tidak hanya hanya cukup menjadi pemberi
pandangan yang baik tetapi juga harus mau menempatkan diri di tempat
konseli supaya ia dapat memahami apa
yang sedang digumuli konseli pada saat itu. Jadi konselor tidak hanya bertindak
sebagai penonton namun ia memberi saran, pendapat, dorongan ataupun sanggahan
atas dasar pemahaman yang diperoleh dari penghayatan itu. Dalam proses
konseling seluruh kepribadian konselor terlibat, yaitu aspek kejiwaan,
kerohanian, diperlukan dan dipertimbangkan serta digunakan dalam menentukan
sifat, arah dan tujuan maupun pendekatan dalam konseling yang sedang diadakan.
Dasar Alkitabiah
Mengenai Konseling
Alkitab menjelaskan ayat-ayat penguatan melalui kebenaran
Firman Tuhan pertolongan terhadap anggota jemaat dengan membimbing kepada
kebenaran Firman Tuhan agar anggota jemaat tetap berpegang pada kebenaran
Firman Tuhan itu sendiri (Kolose 3 : 16; Roma 15 : 14; KPR 20 : 31). Sampai
pada abad keduapuluh baik gereja Khatolik Roma maupun gereja-gereja Protestan
terus memberikan pelayanan pribadi kepada mereka yang membutuhkan, contohnya seperti
yang terjadi pada gereja-gereja di Amerika terutama sesudah Perang Dunia Kedua
“Konseling” dijalankan secara besar-besaran. Puluhan ribu orang yang menderita
dan putus asa ditolong dalam pelayanan konseling pastoral atau pastoral
counseling.
Alkitab sebagai tolak ukur pelayanan konseling Kristen
yang benar. Roh Kudus yang menerangi, memberi perubahan, menghibur, serta
meneguhkan konseli menjadi teguh serta menuntun kepada hidup berkemenangan di
dalam Tuhan Yesus Kristus melalui FirmanNya (Yohanes 6 : 63; Roma 8 : 2, 11). Sejak umat Tuhan dalam
Perjanjian Lama (II Samuel 12 : 1-25 ), konseling Kristen telah ada sebagai
kegiatan alami dalam kehidupan spritual bersama. Perjanjian Baru memberikan
mandat kepada pengikut Kristus agar hidup“ saling menasehati” (Roma 15 : 14),
seperti dikatakan dalam kitab Ibrani “nasehatilah seorang akan yang lain (Ibr 1
: 13); hiburkanlah seorang akan yang lain dan saling membangunlah kamu (I Tes.
4: 18; 5:11) dan hendaklah kamu saling
mengaku dosa dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh” ( Yakobus 5 : 16)13
Rasul Paulus menulis “Kita yang kuat, wajib menanggung
kelemahan orang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan sendiri” (Roma 15 : 1) dan
kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka yang rohani, harus
memimpin orang itu kejalan yang benar dalam roh lemah lembut sambil menjaga
diri sendiri, supaya kamu jangan kena
percobaan. Bertolong-tolonglah menanggung bebanmu, demikianlah kamu memenuhi
hukum Kristus “ (Galatia 6 : 1 – 2 ).
Satu gagasan ini berlaku untuk semua anggota gereja,
bukan hanya bagi para konselor, aktivis gereja atau kalangan yang terkait saja
di dalamnya. Konseling yang baik bagi umat Kristen adalah konseling yang
didasari atas Firman Tuhan. Panggilan ini merupakan suatu mandat mulia, agar
setiap umat Tuhan melaksanakan hal tersebut dengan ditandai bahwa yang
bersangkutan telah hidup sebagai pelaku Firman Tuhan (Kolose 3 : 16). Paul
Meler dan kawan-kawan menjelaskan tentang konseling Kristen yaitu:
Konseling
Kristen menggunakan berbagai pendekatan terapetik, seperti halnya psikologi dan
psikiater sekuler. Meskipun orang Kristen memiliki kesatuan dasar karena
kesatuan mereka di dalam Kristus dan penerimaan mereka akan Alkitab sebagai
standar absolut, konselor Kristen berbeda satu dengan yang lain dalam hal
kepribadian, pelatihan yang mereka terima, pengalaman mereka, latar belakang
tempat mereka melakukan praktek dan jenis konseli yang datang kepada mereka
untuk minta tolong. Intinya proses konseling bisa dipahami sebagai pelayanan
tiga bagian. Pada dasarnya, konselor melakukan fungsi mendengar konseli, membtu
konseli, mendapatkan pandangan, membantu konseli menyusun rencana tindakan yang
spesifik.14
Konseling Kristen dapat
berfungsi sebagai pendekatan terhadap anggota jemaat yang sedang mengalami
masalah pelik dalam kehidupan mereka. Alkitab adalah standar utama untuk
membantu konseli dalam menyelesaikan masalah. Konseling yang didasari oleh
Firman Allah bersifat rohani, berbeda dengan konselimg yang dilakukan oleh
konseling-konseling sekuler. Larry Crabb, dalam bukunya yang berjudul prinsip
dasar Alkitabiah, mengatakan bahwa:
Waktunya tepat
bagi orang-orang yang memandang Allah dengan sungguh-sungguh untuk
mengembangkan pendekatan Alkitab dan keperluan serta kesanggupan Kristus untuk
menyembuhkan kepahitan, perasaan bersalah, kekhawatiran, kebencian, amarah,
mengasihi diri sendiri, iri hati dan hawa nafsu yang merusak kehidupan rohani
(seringkali jasmani) manusia.15
Pelayanan konseling sudah ada dan telah di praktekan oleh
umat Tuhan didalam sejarah suci yang tertulis dalam Alkitab. (2 Samuel 12 : 1 –
25 ; Yoh 4 :1–42). Alkitab secara utuh menggambarkan bahwa konseling
dipraktekkan oleh umat Allah, baik pada masa Perjanjian Lama maupun pada masa
Perjanjian Baru. Untuk memperjelas apa yang dikatakan Alkitab, maka penulis
memberikan gambaran tentang praktek konseling dalam Perjanjian Lama yang
dilakukan sesuai dengan pola-pola Alkitabiah. Banyak peristiwa konseling yang
dicatat dalam Perjanjian Lama diantaranya dalam kitab Samuel itu sendiri ada
beberapa contoh pendekatan yang dapat diterapkan dalam konseling Kristen masa
kini. Contoh kasus Hana, I Samuel 1 dapat disebut sebagai kasus stress berat
yang menjurus pada deprsi. Penyebab pertama dari kondisi Hana ialah bahwa
dirinya direndahkan dimana ia tidak bisa melahirkan karena kandungannya yang
tertutup, ia sangat gusar (ayat 6), masalah ini telah dirasakannya
bertahun-tahun ( ayat 7). Setelah membaca dengan seksama I Samuel 1, akan lebih
dipahami tentang kasus Hana dan bagaimana peran Imam Eli sebagai konselor. Iman
Eli telah membantu walaupun tidak secara resmi, Imam Eli adalah konselor yang
menangani masalah seorang (Hana).16
Sebagai tanda bahwa Hana telah dipulihkan dari luka hati
yang paling dalam, ia pun kembali memiliki iman yang kuat kepada Allah. Hal ini
dapat dibuktikan dalam I Samuel 2:1–10 melalui doa dan puji-pujian Hana kepada
Allah sebagai ucapan syukur Hana kepada yang telah menyembuhkan dan memulihkan
sukacita yang hilang. Dalam kasus ini Imam Eli telah bertindak sebagai
konselor, membantu Hana ke arah kesadaran diri dari rasa sakitnya, yang secara
tidak langsung dilakukan oleh Imam Eli. Dalam II Samuel 11 : 1–27, dapat dibaca
dengan seksama tentang bagaimana raja Daud telah dipilih dan urapi Tuhan untuk
menjadi Raja yang bijaksana bagi bangsa Israel, tetapi perbuatan yang dilakukan
oleh Daud adalah dosa di mata Tuhan. Kasus Daud yang digambarkan dalam II
Samuel pasal 11–12 adalah tentang perzinahan dan pembunuhan kejam terhadap Uria
dan isterinya, hal itu telah direcanakan oleh Daud sebelumnya (Ayat 14-17 ). Dari
kasus di atas Natan berperan sebagai konselor, dengan menggunakan pendekatan
konseling secara tidak langsung (bersifat non–deduktif persuasif). Non–deduktif persuasif artinya bahwa
pendekatan yang dilakukan secara khusus ke umum dimana Tuhan sendiri secara
langsung mengutus Natan datang kepada Daud
untuk menguji dan memperingatkan Daud tentang kebenaran Firman Tuhan
yang sesungguhnya (ayat 1.17) serta menghibur hati Batsyeba (ayat 24) dan untuk
menjadi nabi bagi bangsa Israel (ayat 25). Pendekatan persuasif ini digunakan
oleh Natan untuk menyentuh “hati nurani” Daud sebagai konseli. Natan memberikan
gambaran bahwa ada kasus dimana “seorang kaya merampas dan menindas seorang
miskin”, hal ini menyebabkan hati nurani Daud tesentuh oleh rasa keadilan
terhadap si miskin (I Sam. 12 : 1–6). Maksud dari perkataan Natan itu ialah
“Mengapakah engkau melakukan hal-hal yang tidak dikehendaki oleh Tuhan ?”,
apabila semua yang dilakukan Tuhan itu belum cukup, maka Tuhan akan menambahkan
lagi segala kekuranganmu, baik harta kekayaan maupun isteri dan sebagainya bila
engkau kekurangan (ayat 7-10).
Konseling ini mencapai tahap pertobatan dan pemulihan,
disebabkan oleh adanya keterbukaan terhadap kebenaran. Dengan demikian Daud
mengalami pemulihan dari Allah sampai pada kehidupan kondisi yang normal dengan
memakai konseling yang begitu sederhana sehingga pada tahap pertobatan.
Disinilah awal peran Natan sebagai konselor.
Kasus Musa dalam memberikan nasehat (konseling) dan
keputusan yang berguna sebagai penuntun bagi umat Israel dalam perjalanan di
padang gurun, dan penyertaan Tuhan melalui FirmanNya kepada Musa (Keluaran 33).
Dalam Perjanjian Lama Yesus disebut “ Penasehat yang ajaib ”(Yesaya 9 : 5)
Yesus banyak mengajarkan tentang Firman Allah kepada orang-orang yang belum
mengenal kasih Kristus. Beberapa contoh konseling seperti di atas dapat
dilakukan dimanapun juga, tanpa pendekatan secara khusus dengan tempat yang
sangat pribadi atau di ruangan tertentu yang telah disiapkan, misalnya di
gereja (ruang khusus untuk konseling). Konselor Kristen harus didasari dengan
kebenaran Firman Tuhan yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi
konselinya. Satu hal yang dibutuhkan konseli bukan hanya nasehat belaka akan
tetapi Firman Allah yang sesuai dengan kebutuhannya. Firman Allah akan
menyelesaikan pekerjaan seperti yang dikehendaki–Nya (Yes. 55 : 11).17 Proses konseling Kristen yang didasari
kebenaran Firman Allah dan dipimpin oleh Roh Kudus sampai pada tahap konseling
yang mengalami perubahan terhadap konseli. Kitab Yeremia mengatakan gembala
Israel yaitu Imam, Nabi dan orang bijaksana (Yeremia23 : 14, 22), dan tujuan
orang-orang bijak adalah memberikan nasehat-nasehat praktis, yang berhubungan
dengan kehidupan sehari-hari yang tidak kurang penting sebagai cara mendidik
anak-anak.
Dalam Perjanjian Baru Gereja diibaratkan sebagai tubuh
Kristus, persekutuan orang percaya. Mereka berbakti, berdoa menyebarkan Injil,
mengajar dan hidup saling tolong menolong bahkan Tuhan Yesus mengatakan bahwa
tanda orang-orang yang percaya dan menjadi murid-Nya adalah jikalau mereka
saling mengasihi (Yohanes 13 : 35). Bimbingan Alkitab berpusat pada hubungan
kasih yang meliputi kemurahan maupun kebenaran. Hal yang utama dalam konseling
adalah hubungan antara Allah dan orang yang dibimbing. Karena itu dalam situasi
pembimbingan, Allah harus menjadi yang paling utama sebagai Dia yang
menciptakan manusia dan hanya Dia yang dapat mengubah seseorang menjadi serupa
dengan Yesus. Allah adalah pembimbing Agung, dan kehadiranNya harus dinyatakan
sepajang percakapan. 23
Memberikan
bimbingan merupakan ciri pemimpin gereja saat ini. Roma12:8, menyebutkan
tentang karunia menasehati, untuk menolong memberi penghiburan mendukung,
memberi semangat. Walaupun ada orang yang memiliki karunia khusus dalam
menasehati, tetapi setiap orang Kristen memiliki tanggungjawab untuk menolong
sesamanya sehinggga seorang gembala (pendeta) tidak harus secara langsung
menangani semua masalah yang dihadapi oleh jemaatnya. Jemaat dituntut untuk
saling mengasihi dan saling membangun.
Gary
R, Collins, dalam bukunya dan ada beberapa ahli theologia berpendapat bahwa
konseling adalah salah satu karunia khusus yang diberikan Tuhan kepada
orang-orang percaya untuk membangun gereja dan menguatkan tiap individu,
Roma12:8, Paulus mengenai karunia menasehati, yang dalam bahasa Yunani, dipakai
kata “Paraklesis”yang berarti “datang untuk menolong”; bahkan dalam arti yang
lebih luas lagi ialah memberi penghibur, mendukung, memberi semangat dan menasehati,
dan semuanya itu terdapat dalam konseling.18
Dalam
kitab I Tesalonika 5:11, 14, sebagai anak-anak Tuhan harus saling
menasehati seorang akan orang lain,
menghibur mereka yang tawar hati, dan sabarlah terhadap semua orang. Dalam
Galatia 6:1,2,10, orang-orang Kristen seharusnya dikenal sebagai orang yang
penuh kasih, rendah hati, lemah lembut, penuh kemurahan, kesabaran,dan sedia
mengampuni (Kolose 3:2-14). Sebagai seorang Kristen yang mempunya tugas untuk
pergi, menghibur, dan melayani orang lain dengan kasih, dan berbuat baik kepada
semua orang, tetapi terutama kepada yang seiman (Glatia 6:10).
Pada
Injil Yohanes pasal 4 yang dapat dibaca sebagai contoh kasus konseling dalam
kitab Perjanjian Baru tentang percakapan antara Yesus dan perempuan Samaria.
Dalam percakapan Yesus dan perempuan Samaria ini menunjukkan pengabdianNya
kepada tujuan BapaNya di Sorga serta keinginan-Nya yang mendalam untuk menuntun
orang kepada hidup yang kekal. Keinginan utama Yesus adalah menyelamatkan jiwa
yang terhilang.19 Peranan Yesus Kristus
sebagai konselor, telah berhasil membawa wanita itu kepada jalan yang benar,
dan mengenal kebenaran Firman Tuhan, sehingga
ia mengakui kesalahan yang telah ia perbuat dengan jujur. Perempuan Samaria
yang tadinya tidak mengenal Allah menjadi tahu bahwa yang sebenarnya Mesias,
yang ditunggu itulah yang membawa keselamatan bagi semua umat di muka bumi ini
(ayat 21–26).
Sesuai
penyataan tersebut, Yesus menjadi konselor yang membawa seseorang kepada
kebenaran akan Firman Tuhan dan sampai pada pengambilan keputusan dalam
menjalani kehidupannya dan sampai pula pada Anugerah keselamatan. Larry Crabb,
dalam bukunya yang berjudul Prinsip Dasar Konseling Alkitabiah mengatakan bahwa
:
Perjanjian
Baru penuh dengan perintah-perintah yang jelas mengatakan bahwa jangan
berzinah, jangan berdusta, tanggunglah beban satu sama lain, mengucap syukurlah
dalam segala sesuatu, jangan menggosip, dan lain-lain. Dalam ucapan
perpisahannya dengan para penatua jemaat di Efesus, Paulus memberikan nasehat
konseling kepada jemaat di Efesus dengan air mata.”20
Dari
kutipan di atas penulis berpendapat bahwa, Larry Crabb juga meyetujui bahwa
Paulus dengan sungguh-sungguh memberikan nasehat untuk tidak melakukan dosa di
hadapan Allah dan memberi perintah agar orang-orang di Efesus melakukan tindakan
dengan benar, kemudian menyesuaikan diri dengan pola Kristus. Rasul Paulus
dalam suratnya kepada jemaat di Efesus menuliskan dan memberikan pesan bahwa :
Dialah
yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasehati dan ajari dalam
segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam
Kristus. Itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga dengan
kuasa–Nya, yang bekerja kuat dalam Aku (Kolose 1: 28–29).”21
Sesuai pelayanan dan pergumulan Paulus bahwa, setiap
orang yang diajarkan dan dinasehati dalam pmpinan serta kebenaran Firman Allah
maka setiap klien yang dikonseling dipimpin kepada kesempurnaan Kristus (Kolose
1:28). Konseling Kristen berbeda dengan konseling sekuler, dimana konseling
sekuler tidak mendapatkan sesuatu jalan keluar yang berdasarkan kebenaran
Firman Allah dan tidak mencapai pada kesempurnaan Allah dan bahkan solusi yang
didapat tidak tepat pada sasaran yang benar sesuai dengan Alkitab dan tuntunan
Roh Kudus. Sedangkan konseling Kristen atau seorang konselor Kristen itu
melengkapi dirinya dengan kuasa supranatural yaitu Firman Tuhan dan Roh Kudus
untuk memulihkan manusia secara utuh yaitu roh, jiwa dan tubuh. Stephen
Tanuwijaya menyatakan bahwa konseling adalah suatu proses yang bertujuan bukan
hanya memecahkan persoalan saja tetapi juga kematangan orng yang dikonseling
sehingga lebih mampu menghadapi persoalan-persoalan yang akan ditemuinya
nanti.”22
Metode Penelitian
Jenis metode penelitian
yang digunakan oleh penulis adalah metode deskriptif kualitatif, dimana data-data yang dikumpulkan
adalah berupa kata-kata dan gambar. Data tersebut berasal dari wawancara kepada Wakil Gembala GATYI
Jemaat Pengudusan Bogor, Majelis, Koordinator Sekolah Minggu, Koordinator
Pemeliharaan, Anggota Pemeliharaan dan Pemain Musikt yang merupakan sumber
informasi. Penelitian kualitatif adalah membuat deskripsi
objektif tentang fenomena terbatas dan menentukan apakah fenomena dapat
dikontrol melalui beberapa intervensi. Sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamatinya. Dalam penelitian kualitatif ini,
peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data
utama. Penulis juga melakukan penelitian pustaka untuk memperoleh sumber teori
yang relevan dengan pokok permasalahan yang penulis teliti.
Penelitian kualitatif
menyusun desain yang secara
terus-menerus disesuaikan dengan kenyataan di lapangan. Jadi, tidak
menggunakan desain yang telah disusun secara ketat dan kaku sehingga tidak
dapat diubah lagi. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, tidak dapat
dibayangkan sebelumnya tentang kenyataan-kenyataan jamak di lapangan. Kedua,
tidak dapat diramalkan sebelumnya apa yang akan berubah karena hal itu akan
terjadi dalam interaksi antara peneliti dengan kenyataan. Ketiga,
bermacam-macam sistem nilai yang terkait berhubungan dengan cara yang tidak
dapat diramalkan. Dengan demikian, desain khususnya masalah yang telah ditetapkan
terlebih dahulu apabila peneliti ke lapangan dapat saja diubah.
Demikian juga peneliti
mendapatkan data dari jemaat, penulis juga mendapatkan data dari hasil
wawancara dengan Majelis GATYI Jemaat Pengudusan Bogor sehingga data yang
diperlukan didapatkan secara komperehensif. Dalam penelitian kualitatif, yang
menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Penelitian
kualitatif sebagai human instrumen berfungsi menetapkan fokus penelitian,
memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai
kualitas data, analisi data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas
temuannya. Sumber Data dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara kepada
delapan (8) orang aktivis Gereja di antaranya ialah Wakil Gembala, Majelis,
Koordinator Sekolah Minggu, Koordinator Pemeliharaan, Anggota Pemeliharaan, dan
Pemain Musik. Demikian juga yang menjadi sumber data lainnya yaitu Dokumen Data dikumpulkan melalui berbagai sumber data yang
tertulis, baik yang berhubungan dengan masalah objektif dan pendukung data
lainnya. Penulis memiliki data melalui dokumen, Catatan Lapangan. Dalam
memperoleh data di lapangan, maka peneliti membuat catatan di lapangan, yaitu
dengan mencatat seluruh peristiwa yang benar-benar terjadi di tempat penelitian,
yang lebih jelas dapat dilihat pengolahan data.
Hasil Penelitian
Penulis melakukan pengamatan langsung ke GATYI jemaat
Pengudusan sehingga mendapatkan data secara komperehensif. Temuan dalam
penelitian ini adalah usaha membuka ruang konseling yang dilakukan oleh gembala
GATYI Bogor sudah maksimal, namun jemaat masih kurang memahami arti penting
dari konseling. Banyak di antara jemaat yang ketika menghadapi kesulitan hidup
mengambil keputusan yang di luar dari kebenaran Firman Tuhan. Oleh sebab itu
tugas dari gembala sebagai konselor di GATYI Bogor masih harus ditingkatkan
secara spesifik. Jemaat harus diajar agar mengambil keputusan yang sesuai
dengan Firman Tuhan (Alkitab).
Setiap manusia memiliki persoalan, dan secara pribadi
manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain dan orang-orang ytesisang bermasalah
seringkali tidak dapat keluar dari masalahnya dan terus diperhadapkan dengan
masalah yang pelik, sehingga melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri
bahkan tidak memiliki kekuatan untuk keluar dari masalah itu.
Masalah
yang tidak dapat diatasi oleh seorang konseli dapat membuat mereka bingung dan
tidak tahu harus mencari bantuan kemana untuk mendapatkan solusinya. Ketiga
anggota jemaat yang meninggalkan Tuhan (persekutuan) dengan Allah dapat terjadi
karena masalah-masalah yang sedang dialami tidak mendapatkan perhatian dari
Gembala dan gereja setempat. Sehingga anggota jemaat tidak lagi bergereja
bahkan meninggalkan imannya kepada Yesus Kristus Sang penolong sejati. Dengan
demikian anggota jemaatpun tidak menghasilkan perubahan hidup karena tidak
dewasa rohani seperti yang diajarkan di dalam surat Paulus kepada jemaat di
Kolose (Kolose 1:28).
Kesimpulan
Pelayanan konseling
Kristen merupakan suatu wadah atau sarana bagi setiap anggota jemaat yang
bermasalah. Pelayanan konseling Kristen tidak dapat dipisahkan dengan pelayanan
gereja lainnya. Oleh sebab itu konseling Kristen harus dilakukan dalam
pelayanan penggembalaan, sehingga dapat menolong anggota jemaat yang
bermasalah. Peranan konseling Kristen dalam pelayanan pastoral berfungsi untuk
membimbing, mengajar, melayani, mendoakan, mengasihi, menolong serta
mengarahkan konseli kepada kebenaran akan Firman Allah. Pelayanan konseling
merupakan proses untuk pertumbuhan dan perkembangan pribadi. Pelayanan
konseling menyangkut menolong orang untuk dapat mengatasi masalah krisis dan
tekanan hidup dengan memperhatikan berbagai faktor diantaranya pokok masalah,
latar belakang, kerohanian, dan membawa orang tersebut melalui proses belajar
untuk pemulihan dan bertumbuh dalam pengertian rohaniah.
Pelayanan konseling
tidak hanya dimaksudkan untuk urusan masalah hidup saja, akan tetapi bimbingan
untuk melanjutkan kehidupan yang lebih baik. Berdasarkan kesimpulan di atas,
maka jelas bahwa inti atau tujuan akhir dari pelayanan konseling itu sendiri
adalah penginjilan dan menjadikan semua bangsa murid Kristus (Matius 28:19-20).
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulis mengharapkan supaya setiap
orang Kristen yang mempunyai masalah hendaklah dapat menyelesaikan masalahnya
dengan dibimbing oleh konselor atau gembala dalam gereja. Hal ini dapat
terlihat dari beberapa hal yang telah diterapkan yaitu konselor membantu
memberikan saran kepada konseli dalam menemukan jalan keluar yang berdasarkan
kebenaran Firman Tuhan dan diterangi oleh Roh kudus. Kehadiran konselor selalu
memberikan pengharapan kepada setiap konseli yang tentunya pengharapan di dalam
Tuhan Yesus Kristus. Gembala adalah seseorang yang memperhatikan dan peduli
serta merawat dombanya, demikian juga dengan gembala dalam gereja bertanggung
jawab dalam memberikan perhatian, bimbingan secara rohani terhadap setiap
anggota jemaat, apabila mereka dalam kesulitan.
Saran
Penulis ingin mengajukan
saran-saran kepada konselor, dan gereja GATYI. Sebagai seorang konselor Kristen
hendaklah di dalam menjalankan pelayanannya dalam menolong konseli harus
benar-benar bertanggungjawab dan penuh cinta kasih yang tulus ikhlas serta
pengorbanan sama seperti Tuhan Yesus yang melayani tanpa pamrih. Sebagai
seorang konselor harus berani menentang ketidakadilan yang berlaku dalam
masyarakat dan mengusulkan pembaharuan sosial yang dapat mengatasi pengangguran,
kemiskinan, dan sebagainya. Seorang konselor perlu menyadari keterbatasan diri
sendiri yang tak dapat dilampaui akibat kelelahan jasmani maupun emosi. Sebagai
seorang konselor Kristen, harus selalu siap melayani dengan seefektif mungkin,
dimana saja dan kapan saja tanpa terikat dengan gereja dengan demikian banyak
jiwa dapat diselamatkan. Seorang konselor Kristen hendaknya adalah seorang yang
sudah lahir baru, hidup di dalam Kristus, berpegang sepenuhnya kepada Firman
Tuhan dan memiliki hati seperti Kristus yang mudah tergerak oleh belas kasihan.
Seorang konselor Kristen harus bisa menjadi teladan bagi orang-orang percaya
lainnya baik dalam perkataan, tingkah laku, dalam kasih, kesetiaan dan
kesucian. (I Timotius 4 : 12). Seorang konselor Kristen harus mengutamakan
komunikasi dengan Tuhan lewat persekutuan doa, karena doa memiliki kuasa (
Yakobus 5 : 16).
Dalam Perjanjian Baru, gereja
diibaratkan sebagai Tubuh Kristus, persekutuan orang percaya. Dimana mereka
berbakti, berdoa, mengabarkan Injil, mengajar dan hidup saling tolong menolong.
Jadi, karena gereja merupakan Tubuh Kristus maka, tanggung jawab gereja yang
utama adalah untuk menolong, memperhatikan anggota-anggota Tubuh Kristus yang
membutuhkan itu, sehingga akhirnya mereka dapat sehat dan bersatu di dalam satu
keharmonisan. Dengan adanya pelayanan-pelayanan gereja seperti pelayanan
pastoral konseling yang dilaksanakan oleh gereja serta sarana prasarana yang
disiapkan oleh gereja, maka penulis yakin bahwa anggota jemaat yang sedang
bermasalah dapat dituntun, dibimbing ke arah pertumbuhan iman dan tujuan hidup
yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Aart Martin Van Beek, Konseling Pastoral, (Semarang
Satya Wacana,1992).
Aart Martin Van Beek, Pendampingan Pastoral,(Jakarta
:BPK Gunung Mulia,2001).
Ariyatmi Siswohardjono,Perspektif
Bimbingan Konseling dan penerapannya diberbagai Institusi (Semarang:Satya
Wacana,1991).
Bons Storm, Apakah Penggembalaan Itu? (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2002).
Bruce Larson dan kawan-kawan,Pelayanan
Penggembalaan yang Ideal,(Malang:Yayasan Penerbit Gandum Mas,1996).
Bruce Larson, Paul Anderson dan Dough
Selft, Pelayanan penggembalaan yang ideal. Gandum Mas, Jakarta 1996.
Derek J. Tidball,Teologi
Penggembalaan.(Malang:Gandum Mas,1995).
Dick Inverson, Memulihkan Keluarga, (Jakarta: Harves
Education House, 1991).
Donald C. Stamps, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, (Malang:Gandum
Mas,1998).
Garry R.Collins, Konseling Kristen yang
Efektif,(Malang: SAAT,2002).
I Ketut Gana, Buku Pintar Occultisme Betlehem,
Jakarta. Tth.
Junana Wijaya,Psikologi
Bimbinga,(Bandung:PT.Eresco,1988).
Jhon F.Macarthur,Jr, Pengantar Konseling
Alkitabiah,(Malang:Gandum Mas,t.th).
Larry Crabb,Prinssip Dasar Konseling
Alkitabiah,(Jakarta:Yayasan Pekabaran Injil Immanuel,1991).
Magdalena Tomatala, Konselor Kompeten, (Jakarta:IFTK
Jefray,2000).
Mohamad Surya, Dasar-dasar Konseling Pendidikan, (Yogyakarta:Kota
Kembang,1988).
Martin dan Deidre Bobgan, Bimbingan
berdasarkan Firman Allah, (Bandung:Yayasan Kalam Hidup,1985).
Oliver Mc.Mahan, Gembala Jemaat yang sukses, (Jakarta:Metonoia,2000)
Paul D. Meller, Pengantar Psikologi dan Konseling
Kristen, (Yogyakarta: ANDI, 2004).
Pat Robertson, Buku Pedoman Bagi
konselor Kristen, (Surabaya : Diaspora Sejahtera Ministry, t.th).
Peter Wongso, Teologi Penggembalaan,(Malang:SAAT,
1999).
Poerwo Adji Moelyono. Pengantar Metode
Penelitian Ilmu Hukum dan Ilmu Sosial Malang. 1988.
Pondsius Takaliuang, Kuasa Gelap dan
Kuasa Terang, (Malang: Departemen Literatur Yayasan Persekutuan perkabaran
Injil Indonesia, 1987).
Suharmini Arikunto, Prosedur Penelitian, Rineta
Cipta Jakarta .1996.
Singgih D.Gunarsa, Konseling dan
Psikoterapi,(Jakarta:BPK Gunung Mulia,1992).
Storm, M. Bons. Apakah
Penggembalaan itu? Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
Stephen Tanuwijaya, Bimbingan Konselor Kristen.
Stephen Tong, Keluarga Bahagia, Surabaya: Momentum,
2001.
The Christian Counselors Hand Book.
Pedoman bagi konselor Kristen. Surabaya : Diaspora sejahtera Ministry. Tth.
Tim Penyusun kamus,Kamus Besar Bahasa
Indonesia,(Jakarta:Balai Pustaka,1988).
Tim penyusun kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka,1988)
KONTRIBUTOR JURNAL
VOICE OF THE COVENANT
Vol. 1. No. 1, Oktober 2017
Dr. Ir. Johan MP. Pasaribu, adalah
Gembala Sidang Gereja GESINDO dan Sekum Sinode GESINDO serta Dosen di STT Hagisamos
Mission Jakarta. Memperoleh gelar Tamat Sarjana S1 (Ir) “STI&K” (Sekolah
Tinggi Informatika dan Komputer) Jakarta tahun 1988 (BERNEGARA). Tamat Sarjana
S1 (S.Th) STTAES SEMARANG tahun 2003 (AKREDITASI) Tamat Pasca Sarjana S2 (M.A)
STT “TIBERIAS” tahun 2005. Tamat Pasca Sarjana S2 (M. Th) dan (M.Mis) STT
“APOLLOS JAKARTA” tahun 2011 (AKREDITASI & BERNEGARA). Tamat Pasca Sarjana
S3 (D.Th) STT “Rahmat Emmanuel” tahun 2014 (AKREDITASI
& BERNEGARA). Suami dari Rapma Dumasari Sitompul S.H dan ayah
dari Reynold
Stephen Edbert Pasaribu S.Pd dan Rexy
Matius Reinhard Pasaribu. Saat ini berdomisili di Bogor, Jawa Barat bersama
keluarga.
3 Magdalena Tomatala,Konselor
kompeten(Jakarta:IFTK Jefray,2000),hlm.1
4.Ibid,hlm.1
5. Garry R.Collins, Konseling Kristen yang
Efektif,(Malang: SAAT,2002),hlm.3
8 Singgih D.Gunarsa, Konseling dan
Psikoterapi,(Jakarta:BPK Gunung Mulia,1992),hlm.21
9Ariyatmi
Siswohardjono,Perspektif Bimbingan Konseling dan penerapannya diberbagai
Institusi (Semarang:Satya Wacana,1991),hlm.184
10Ibid, h.102.
11Junana Wijaya, Psikologi Bimbinga (Bandung:PT.Eresco,1988),hlm.88
12Martin
dan Deidre Bobgan, Bimbingan berdasarkan
Firman Allah (Bandung:Yayasan Kalam Hidup,1985), h.17.
13 Jhon
F.Macarthur,Jr, Pengantar Konseling Alkitabiah,(Malang:Gandum
Mas,t.th),hlm.19-21
14 Paul D.
Meller,Pengantar Psikologi dan Konseling Kristen,(Yogyakarta:ANDI,2004),hlm.186
15 Larry Crabb, Prinsip Dasar Konseling
Alkitabiah,(Jakarta:Yayasan Pekabaran Injil Immanuel,1991),hlm.13
16
Ibid., hlm.16
17
Ibid, hlm.18
18
Garry R. Collins, Konseling Kristen yang
Efektif hlm.25-27.
19
Ibid, hlm.28-29.
20 Larry Crabb, Prinssip Dasar Konseling Alkitabiah (Jakarta:Yayasan
Pekabaran Injil Immanuel,1991), h.131.
21
Ibid,hlm.133
22
Stephen Tanuwijaya, h.6.
Komentar
Posting Komentar