PERAN GEMBALA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAGUNAAN NARKOBA PADA USIA REMAJA
PERAN GEMBALA DALAM
UPAYA PENCEGAHAN
PENYALAGUNAAN NARKOBA PADA USIA REMAJA
Abraham Johanis, M.Th
PENYALAGUNAAN NARKOBA PADA USIA REMAJA
Abraham Johanis, M.Th
ABSTRAK
Artikel ini ingin mengkaji
tentang peran gembala dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba pada usia
remaja. Penelitian yang dilakukan bersifat kualitatif. Metode kualitatif dengan
wawancara mendalam kepada sejumlah remaja di GBI Kedoya Jakarta Barat. Penelitian
ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan upaya pencegahan penyalahgunaan
narkoba pada usia remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik orang tua,
gereja dan gembala aktif menasehati dan mengawasi para remaja gereja agar tidak
terjebak dalam penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan temuan peneliti, dari hasil kuesioner yang dilakukan penulis sekitar 70%
orangtua aktif menasehati anak agar tidak terjerumus pada penyalahgunaan
narkoba. Hal ini harus ditingkatkan agar para orang tua lebih aktif lagi dalam
upaya preventif. Demikian juga orangtua dan gereja
harus aktif bekerjasama dalam upaya
pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja gereja. Dan yang tak kalah
pentingnya adalah pemberitaan Firman Tuhan lewat kotbah dan PA oleh gembala dan
majelis di gereja harus aktif agar membuahkan hasil yang signifikan.
Kata-kata Kunci: Gembala, Penyalahgunaan narkoba,
Remaja.
PENDAHULUAN
Dewasa ini,
tingkat penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di kalangan generasi
remaja dan pemuda kian
meningkat. Pencandu narkoba di Indonesia sangat pesat pertambahannya. Para
pencandu narkoba pada umumnya usia produktif atau usia pelajar dan mahasiswa, namun tidak tertutup
kemungkinan di kalangan profesional. Korban penyalahgunaan
narkoba telah meluas sedemikian rupa sehingga melampaui batas-batas strata
sosial, umur, jenis kelamin. Merambah tidak hanya perkotaan tetapi merambah
sampai pedesaan dan melampaui batas negara yang akibatnya sangat merugikan
perorangan, masyarakat, negara, khususnya generasi muda. Bahkan dapat
menimbulkan bahaya lebih besar lagi bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya
bangsa yang pada akhirnya dapat melemahkan ketahanan nasional.
Menurut
Hadiman, bahwa
penyalahgunaan narkotika dewasa ini telah mencapai situasi yang mengkhawatirkan
sehingga menjadi persoalan negara. Hal ini sangat memprihatinkan karena korban
penyalahgunaan narkoba di Indonesia semkin meningkat dan mencakup tidak hanya
pada lingkup masyarakat yang mampu melainkan nmerambah ke kalangan masyarakat
yang kurang mampu dan melibatkan anak-anak atau remaja muda usia. Sesuatu yang
sangat merisaukan mengingat mereka adalah generasi penerus bangsa.[1]
Presiden RI Ir. Jokowidodo dalam suatu
wawancara dengan stasiun TV swasta, menerangkan bahwa sekitar 50 (lima puluh)
orang meninggal setiap hari karena penyalahgunaan narkoba.[2]
Setiap hari, di Indonesia sekitar 50 (lima puluh) orang meninggal dunia karena
penyalahgunaan narkoba. maraknya peredaran narkoba di masyarakat dan besarnya
dampak buruk serta kerugian baik dalam ekonomi, maupun kerugian sosial yang
ditimbulkannya membuka kesadaran nernagai kalangan untuk menggalakkan “perang”
terhadap narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba). Keadaan yang
memperihatinkan ini, menjadikan permasalahan narkoba menjadi masalah nasional.
Hal senada juga dikatakan Kepala Badan
Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol. Anang Iskandar bahwa Indonesia berada
dalam darurat narkoba. Ia menyebutkan, sekitar 50 orang meninggal setiap hari
karena penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang itu. Badan Narkotika
Nasional memperkirakan jumlah pengguna narkoba di Indonesia akan terus
meningkat. Tahun 2015, diprediksi angka prevalensi pengguna narkoba mencapai
5,1 juta orang. Anang Iskandar menegaskan bahwa: "Sekitar 50 orang
meninggal setiap hari karena narkoba dan kerugian ekonomi maupun sosial
mencapai Rp 63 triliun per tahun".[3]
Dalam kesempatan yang sama, Slamet Pribadi, yang menjabat humas BNN, merujuk
data bahwa pengguna narkoba di Indonesia mencapai 4 juta orang dari usia 10
sampai 59 tahun. Sedemikian besar korban akibat narkoba, sehingga Indonesia
kini berstatus darurat narkoba.
Deputi Pencegahan Badan Narkotika Nasional Yappi Manate
kepada berita 99 dalam diskusi anak dan narkoba di Jakarta, menegaskan, kondisi
peredaran narkoba sudah mencapai tahap mengkhawatirkan. Saat ini, sebanyak 251
jenis narkoba baru sudah berkembang pada hampir 70 negara.
Ia mengatakan: “Angka kematian akibat
penyalahgunaan narkoba diperkirakan mencapai 104.000 orang yang berumur 15
tahun dan 263.000 orang yang berumur 64 tahun. Mereka meninggal akibat
mengalami overdosis. Ini disebabkan adanya salah kaprah mengenai gaya hidup
masyarakat Indonesia khususnya kalangan remaja“.[4]
Berdasarkan catatan Badan Narkotika Nasional, jumlah
tersangka kasus narkoba terus meningkat khususnya yang melanda pelajar sekolah
dasar. Tahun 2007, pengguna narkoba pada kalangan pelajar SD mencapai 4.138.
Jumlah ini meningkat pada 2011 mencapai 5.087 pelajar SD. Sedangkan jumlah tersangka kasus narkoba
terbanyak dialami kalangan yang berumur 30 tahun ke atas. Data penelitian BNN
selama lima tahun terakhir, sebanyak 52,2 % manusia Indonesia berumur 30 tahun
terjerat kasus narkoba.[5]
Hal ini
tentunya sangat berpengaruh terhadap ketahahan masyarakat dan kehidupan bangsa
dan negara khususnya generasi muda, karena generasi muda adalah penerus
cita-cita bangsa dan negara pada masa mendatang. Oleh karena itu, semua potensi
bangsa harus serius mencurahkan perhatian untuk berpartisipasi aktif dalam
penanggulangan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika demi kelangsungan hidup
bangsa Indonesia.
Narkotika
berpengaruh terhadap fisik dan mental, apabila digunakan dengan dosis yang
tepat dan dibawah pengawasan dokter anastesia atau dokter phsikiater dapat
digunakan untuk kepentingan pengobatan atau penelitian sehingga berguna bagi
kesehatan phisik dan kejiwaan manusia. Adapun yang termasuk golongan narkotika
adalah candu dan komponen – komponennya yang aktif yaitu morphin, heroin,
codein, ganja dan cocoain, juga hasish, shabu-shabu, koplo dan sejenisnya.
Bahaya
penyalahgunaannya tidak hanya terbatas pada diri pecandu, melainkan dapat
membawa akibat lebih jauh lagi, yaitu gangguan terhadap tata kehidupan
masyarakat yang bisa berdampak pada malapetaka runtuhnya suatu bangsa negara
dan dunia. Negara yang tidak dapat menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika akan diklaim sebagai sarang kejahatan ini. Hal tersebut tentu
saja menimbulkan dampak negatif bagi citra suatu negara. Peredaran Narkotika
yang terjadi di Indonesia sangat bertentangan dengan tujuan pembangunan
nasional Indonesia untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat
Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera tertib dan damai berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang
sejahtera tersebut perlu peningkatan secara terus menerus usaha – usaha di
bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan termasuk ketersediaan narkotika
sebagai obat, disamping untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Dampak dari
penyalahgunaan narkoba mengakibatkan “terkikisnya” nilai-nilai kehidupan baik
nilai-nilai agama, sosial, dan budaya. Mulai dari perilaku seks bebas dengan
akibatnya (penyakit kelamin dan kehamilan yang tidak diinginkan), sopan santun
hilang, perilaku asosial, mementingkan diri sendiri, dan tidak memperdulikan
orang lain. Masalah ekonomi dan hukum yakni pecandu terlibat hutang karena
berusaha memenuhi kebutuhan akan narkoba. Kecenderungan pecandu narkoba untuk
mencuri uang atau menjual barang-barang milik pribadi atau keluarga. Jika masih
sekolah, uang sekolah digunakan membeli narkoba, sehingga terancam putus
sekolah. Mungkin juga ia akan ditahan polisi atau bahkan dipenjara.
Suasana
keluarga yang nyaman dan tentram menjadi terganggu. Keluarga resah karena
barang-barang berharga di rumah hilang. Anak berbohong, mencuri, menipu, tak
bertanggung jawab, hidup semaunya, asosial. Orang tua malu karena memiliki anak
pecandu, merasa bersalah, dan berusaha menutupi perbuatan anak. Masa depan anak
tidak jelas, seperti putus sekolah atau menganggur, karena dikeluarkan dari
sekolah atau perkerjaan. Orang tua putus asa sebab pengeluaran uang meningkat
karena pemakaian narkoba, atau karena harus berulang kali dirawat, bahkan
mungkin mendekam di penjara. Keluarga harus menanggung beban sosial-ekonomi
ini. Bagi sekolah narkoba merusak disiplin dan motivasi yang sangat penting
bagi proses belajar. Siswa penyalahguna mengganggu terciptanya suasana
belajar-mengajar. Prestasi beajar turun drastis, tidak saja bagi siswa yang
berprestasi, melainkan juga mereka yang kurang berprestasi atau ada gangguan
perilaku. Penyalahguna narkoba berkaitan dengan kenakalan dan putus sekolah.
Kemungkinan siswa penyalahguna membolos lebih besar daripada siswa lain.
Penyalahgunaan narkoba berhunungan dengan kejahatan dan perilaku asosial lain
yang mengganggu suasana tertib dan aman, perusakan barang-barang milik sekolah,
atau meningkatnya perkelahian. Mereka juga menciptakan iklim acuh dan tidak
menghormati pihak lain. Banyak di antara mereka menjadi pengedar atau mencuri
barang milik teman atau karyawan sekolah.
Bagi
masyarakat, bangsa, dan negara. Mafia perdagangan gelap selalu berusaha memasok
narkoba. Terjalin hubungan pengedar atau bandar dengan korban dan tercipta
pasar gelap. Oleh karena itu sekali pasar terbentuk, sulit memutus mata rantai
peredarannya. Masyarakat yang rawan narkoba tidak memiliki daya tahan dan
kesinambungan pembangunan terancam. Negara menderita kerugian karena
masyarakatnya tidak produktif kejahatan meningkat; belum lagi saran dan
prasarana yang harus disediakan.
Merujuk pada data BNN tersebut, tentu hal ini sangat
memprihatinkan dan membahayakan keberlangsungan masa depan bangsa Indonesia di
kemudian hari. Dan bila tidak segera dihentikan, maka hal ini akan
mengakibatkan berkurangnya generasi harapan bangsa yang tangguh dan cerdas.
Oleh sebab itu, narkoba adalah musuh bersama seluruh umat manusia tanpa
terkecuali baik agama, ras, kebudayaan, suku, dan bangsa. Setiap bangsa pasti
mengecam penyalahgunaan narkoba. Demikian juga, setiap agama – agama apapun –
pasti menentang penyalahgunaan narkoba. Karena dapat berakibat fatal bagi
pemakainya, sampai berujung pada kematian yang tragis.
Dalam
pandangan agama Kristen,
penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) merupakan dosa dan
tindakan yang melawan hukum. Meski di dalam Alkitab tidak memuat secara
“literal”, namun, tentu ada banyak ayat dalam Alkitab yang membicarakan secara
jelas dan spesifik tentang penggunaan penyalahgunaan minuman alkohol, yang
menghasilkan keadaan mental yang terganggu. Dalam kitab Efesus 5:18 menjelaskan larangan akan mabuk oleh anggur, karena
anggur menimbulkan hawa nafsu. Demikian juga dalam kitab 1 Korintus 5:11 melarang bergaul
dengan orang yang adalah orang cabul, lapar uang, penyembah berhala, pemfitnah,
pemabuk atau penipu. Jadi seorang Kristen sebaiknya tidak meminum minuman keras
sama sekali, menyingkirkan kemungkinan untuk menyalahgunakannya, dan memilih untuk
tidak pernah terlibat di dalamnya.
Alkitab menyebutkan bahwa pemakaian obat-obatan berada
dalam kategori yang sama seperti menjadi mabuk (Gal. 5:19-21), keduanya
dilarang oleh Tuhan karena apa yang bisa terjadi kepada seorang, dan bagaimana
keduanya membuat orang itu tidak layak untuk melayani orang lain. Mabuk atau
kecanduan obat-obatan membuat seseorang tidak mampu bertindak efektif bagi
Tuhan.
Seorang penggunan narkoba akan terbelenggu seumur
hidup. Sekali ketagihan, efek kejiwaan tidak hilang seumur hidup. Narkoba hanya
menawarkan solusi sementara, tetapi menciptakan masalah lain yang lebih besar.
Narkoba merusak tubuh dan jiwa. Jadi, jalan terbaik adalah tidak mencoba sama
sekali. Tidak ada seorang pun yang paling tahu dan dapat membantu seorang
pecandu narkoba untuk sembuh dan kembali ke dalam lingkungan kehidupan yang
normal, kecuali keluarganya.
Menurut Ema Yoshua, ada beberapa hal yang menyebabkan
seseorang menjadi pecandu narkoba, antara lain: rasa ingin tahu, untuk
kesenangan, sebagai pelarian, pengaruh lingkungan, dipaksa/terpaksa, kondisi
keluarga.[6]
Tingkat keingintahuan seseorang pada masa anak, remaja, dan pemuda dalam
periode tertentu sangatlah tinggi. Mereka ingin tahu sesuatu yang belum mereka
ketahui dan ingin mencobanya. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh pengedar
narkoba untuk menjerat mereka.
Faktor lain yang menyebabkan seseorang terjerat
narkoba adalah alasan untuk kesenangan. Seseorang bisa terbujuk oleh sesuatu
yang gratis dan kata-kata manis. Faktor lain juga adalah pelarian karena stres, sedih, dan kecewa.
Orang yang stres, sedih, atau kecewa, sangat mudah terkena bujuk dan rayuan
pengedar/pemakai narkoba dan ikut mengonsumsi. Apalagi pada saat seseorang
berada dalam keadaan emosi yang tidak stabil. Dalam kondisi ini, seseorang
mudah terpancing mengonsumsi narkoba tanpa mereka sadari.
Masih menurut Ema Yoshua, faktor lainnya adalah untuk
menghilangkan kejenuhan dan stres akibat kerja. Ketika berkumpul dengan
teman-teman, mereka juga dapat dipaksa oleh teman mereka yang lain atau
terpaksa mengonsumsi narkoba. Seseorang bisa menjadi pecandu narkoba karena
banyak faktor, termasuk keluarga. Faktor-faktor keluarga yang dimaksud adalah
keadaan dan kondisi keluarga. Keharmonisan keluarga ikut menentukan mudahnya
seseorang terkena narkoba atau tidak. Keluarga yang kurang harmonis, baik
antara suami-istri, orang tua-anak, serta anggota keluarga yang lain, sangat
memudahkan anggotanya terpikat oleh narkoba.[7]
Kurangnya komunikasi antarkeluarga juga merupakan
salah satu penyebab seseorang terjerta narkoba. Kurangnya komunikasi dapat
menyebabkan anggota keluarga mencari orang lain (bukan keluarga) untuk
melepaskan segala permasalahan yang dialaminya. Kurangnya kesatuan dalam
keluarga membuat ikatan keluarga menjadi longgar. Dengan demikian,
masing-masing anggota keluarga akan mencari pelampiasan di tempat lain.
Faktor yang lain adalah sikap orang tua yang selalu
mengatur dan memaksakan kehendak, baik dalam menentukan pendidikan atau hal-hal
lain, membuat anggota keluarga - anak merasa tidak bebas. Anggota keluarga akan
mencari pelampiasan kepada hal/orang lain. Orang tua yang terlalu menuntut,
bisa memicu timbulnya kejengkelan bagi anggota keluarga. Apabila mereka yang
dituntut tidak sanggup memenuhi tuntutan tersebut, maka mereka bisa merasa
depresi dan lari ke narkoba. Demikian sebaliknya, terlalu memanjakan anggota
keluarga juga dapat mengakibatkan dampak negatif. Kebiasaan menuruti semua
kemauan anak tidak baik. Memanjakan siapa pun dalam keluarga dapat
mengakibatkan kebebasan yang tidak bertanggung jawab. Anak yang dimanjakan, dan
segala keinginnannya dipenuhi orang tuanya dengan mudah terjerumus ke dalam
pergaulan bebas dan narkoba. Oleh sebab, itu orang tua harus memberikan kasih
dan disiplin kepada anak secara berimbang. Faktor terakhir adalah kurang
pengawasan dari orang tua dan anggota keluarga lainnya. Orang tua berkewajiban
melakukan pengawasan terhadap anak-anaknya, baik pergaulan di sekolah,
lingkungan, gereja, dan di tempat lainnya.
Menurut
Kusno Adi, permasalahan penyalahgunaan narkoba merupakan permasalahan yang
demikian kompleks yang merupakan hasil interaksi 3 (tiga) faktor, yaitu faktor
individu, faktor lingkungan/sosial, dan faktor ketersediaan. Faktor individu meliputi: aspek Kepribadian. Tingkah laku anti sosial
antara lain: keinginan untuk melanggar, sifat memberontak, tak ingin hal
yang besifat otoritas, menolak nilai-nilai tradisional, mudah kecewa, tidak
sabar serta adanya keinginan diterima di kelompok pergaulan, dan untuk
bergembira. Kecemasan dan
depresi antara lain : tidak mampu menyelesaikan kesulitan hidup, menghindari
rasa cemas, dan depresi, sehingga melarikan diri ke penyalahgunaan Narkoba. Aspek Pengetahuan adalah sikap dan
kepercayaan antara lain: mengikuti orang lain, tidak mengetahui bahaya
Narkoba, ingin coba-coba agar diterima di lingkungan pergaulan. Faktor lingkungan/sosal antara
lain: kondisi keluarga/orang tua, pengaruh teman/kelompok sebaya, faktor
sekolah, pengaruh iklan, dan kehidupan masyarakat modern. Berikutnya adalah faktor
ketersediaan antara lain: tersedia dimana-mana dan mudah diperoleh karena
maraknya peredaran narkoba. Indonesia sudah sebagai produsen narkoba, bisnis
narkoba yang menjanjikan keuntungan besar. Penggelapan ganja di beberapa daerah
di Indonesia serta penegakan hukum yang belum tegas dan konsisten mengakibatkan
peredran narkoba kian menyebarluas.[8]
Oleh sebab itu, peran orangtua dan keluarga sangat
penting bagi setiap anggota keluarga yang menghadapi suatu masalah. Dukungan
keluarga terhadap anggotanya yang terjerat narkoba sangat besar pengaruhnya
dalam penyembuhan. Namun, orangtua tidak dapat bekerja sendiri baik dalam upaya
pencegahan narkoba, maupun upaya penyembuhan pengguna. Diperlukan kerjasama
dari berbagai pihak untuk bergandengan tangan dalam memberantas penggunaan narkoba
baik pemerintah, sekolah, masyarakat, dan lembaga keagamaan.
Gereja memiliki tanggungg jawab yang besar dalam
menyadarkan umat akan bahaya narkoba. Gereja, dalam hal ini gembala jemaat
sebagai pemimpin umat harus berperan aktif dalam mensosialisasikan bahaya
narkoba terutama ditinjau dari segi pandangan Alkitab. Orang tua dan gereja
harus bekerja sama dalam upaya pencegahan maupun penyembuhan pengguna narkoba.
BAHASAN
Kajian Teori
Narkoba
Menurut KBBI (Kamus Besar
Bahasa Indonesia), narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat-obatan
berbahaya. Narkotik adalah obat untuk menenangkan saraf, menghilangkan rasa
sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang (seperti opium, ganja).[9] Narkoba
adalah adalah "bahan-bahan" yang mengandung zat/unsur narkotik untuk
menenangkan saraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk, atau
merangsang, seperti opium (getah buah Papaver), dan ganja. Ganja adalah tanaman
setahun yang mudah tumbuh, merupakan tumbuhan
dimana daunnya mengandung zat narkotik aktif, terutama
tetrahidrokanabinol. Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tumbuhan
koka. Erythroxylon Coca berasal dari
Amerika Selatan, dimana daunnya biasa dikunyah oleh penduduk setempat untuk
mendapatkan "efek stimulan", dan senyawa-senyawa psikotropika senyawa yang dapat memengaruhi aktivitas pikiran; zat
atau obat, baik alamiah maupun sintetis yang dapat menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan perilaku. Misalnya, ekstasi adalah tablet yang
mengandung zat adiktif, yang mampu memacu kekuatan daya tubuh hingga
berjam-jam, dan menimbulkan perasaan senang, gembira, dan riang yang luar biasa
terhadap sesuatu, memunyai efek dapat menyerang susunan syaraf pusat (otak), amfetamin
adalah kelompok obat perangsang yang mengimbas perasaan bugar, sabu-sabu
(metilamfetamina atau desoksiefedrin), disingkat met, dan dikenal di Indonesia
sebagai sabu-sabu, adalah obat psikostimulansia dan simpatomimetik. Sedatif
adalah zat alami atau zat sintetis yang dapat meredakan keaktifan dan
kegembiraan; obat penenang, dan zat-zat lain yang menimbulkan adiksi kecanduan
atau ketergantungan secara fisik dan mental terhadap suatu zat, seperti nikotin
(zat racun yang terdapat pada tembakau), kafein (senyawa alkaloid xantina)
berbentuk kristal dan berasa pahit yang bekerja sebagai obat perangsang
psikoaktif dan diuretik ringan; merupakan obat perangsang sistem pusat saraf
pada manusia dan dapat mengusir rasa kantuk secara sementara. Alkohol merupakan
unsur ramuan yang memabukkan. Pada umumnya zat-zat tersebut menyebabkan
ketagihan. Kebutuhan tubuh terhadap zat tersebut makin lama makin meningkat,
dari dosis kecil lalu menjadi semakin besar.[10]
Menurut Subagyo Partodiharjo, ada banyak
jenis dari obat-obatan terlarang. Berikut beberapa jenis narkotika dan efek
penggunaannya. Morpin, jenis
obat narkotika ini adalah zat aktif yang diperoleh dari candu melalui
pengolahan secara kimia. Cara penggunaannya adalaah melalui disuntikkan ke
dalam tubuh (injeksi). Opium (Candu) atau biasa dikenal dengan opiate. Opium merupakan candu kasar atau mentah yanmg didapat dari
getah buah tanaman papaver samniterum yang dihisap/digores dan di biarkan
mengering. Opium merupakan golongan narkotika alami yang sering digunakan
dengan cara dihisap. Ganja, yang
seringkali menjadi kasus narkoba yang paling banyak diberitakan dan menyerang
semua kalangan di masyarakat kita. Ganja adalah merupakan jenis tanaman kanabis yang biasanya dipotong,
dikeringkan, dipotong kecil-kecil dan digulung untuk dijadikan rokok yang
disebut joints. Putaw Heroin, golongan narkoba
jenis ini akan lebih mudah menembus otak sehingga lebih kuat dari morfin itu
sendiri.[11]
Berdasarkan informasi yang dilansir dari
website BNN (Badan Narkotika Nasional) Republik Indonesia pembagian golongan jenis narkotika. Jenis cannabis Marijuana (herbal): hashish
(resin). Jenis lain Opioid: heroin,
opium. Jenis cocain: powder, crack.
Jenis amphetamine: amphetamine,
methamphetamine, ecstasy type. Jenis Sedative
& Transquilizer: barbiturate, benzodiazepine. Jenis Hallucinogens: LSD, Ketamine.[12]
Bahaya
Narkoba
Menurut Hari Murti, narkotika adalah zat sintetis maupun
semi sintetis yang dihasilkan tanaman atau lainnya yang dapat berdampak pada
penurunan atau perubahan kesadaran dan hilangnya rasa nyeri. Zat ini dapat
menimbulkan ketergantungan pada penggunanya.[13] Bahaya penyalahgunaan narkoba dan narkotika
bagi kesehatan bagi generasi muda pelajar dan juga yang lainnya adalah
tidak bisa dianggap sepele. Karena memang negara Indonesia kasus-kasus
narkotika dan penyalahgunaan narkotika tidaklah sedikit dan korban narkotika
ini juga banyak. Narkoba
singkatan kata dari narkotika dan obat-obatan berbahaya. Di Indonesia, istilah
ini juga dikenal oleh masyarakat luas sebagai NAPZA atau juga kepanjangan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif ini banyak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Dan juga untuk kepentingan bisnis
narkoba yang sangat merugikan kehidupan generasi-generasi muda penerus bangsa
Indonesia ini.
Menurut WHO yang dimaksud dengan pengertian definisi
narkoba adalah merupakan suatu zat yang apabila dimasukkan ke dalam tubuh
manusia akan mempengaruhi fungsi fisik dan atau psikologi (kecuali makanan,
air, atau oksigen). Sedangkan pengertian narkotika menurut Undang-Undang No. 27
bahwa narkoba atau narkotika yang dimaksud ini adalah suatu zat atau pun obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi
sintetis. Efek dampak penggunaan
narkoba bisa menyebabkan penurunan atau pun perubahan kesadaran, menghilangkan
rasa, mengurangi hingga menghilangkan rasa nyeri, menimbulkan ketergantungan/adiktif
(kecanduan).[14]
Bahaya narkotika untuk kesehatan yang terberat adalah
efek ketergantungan obat nya itu sendiri. Karena dengan efek buruk yang
ditimbulkan bagi para pecandu narkoba adalah keinginan untuk selalu
memakainya secara berulang. Bila tidak memakainya kembali akan ada rasa sakit
yang dialami para penderita dengan ketergantungan narkotika narkoba ini.
Narkotika dan obat terlarang serta zat adiktif/psikotropika dapat menyebabkan
efek dan dampak negatif bagi pemakainya. Dampak yang negatif itu sudah pasti
merugikan dan sangat buruk efeknya bagi kesehatan fisik
dan mental.
Meskipun demikian terkadang beberapa jenis obat masih
dipakai dalam dunia kedokteran, namun hanya diberikan bagi pasien-pasien
tertentu, bukan untuk dikonsumsi secara umum dan bebas oleh masyarakat. Oleh
karena itu obat dan narkotik yang disalahgunakan dapat menimbulkan berbagai
akibat yang beraneka ragam.
Pandangan Alkitab tentang Narkoba
Dalam Alkitab,
tidak ada ayat yang membicarakan secara jelas dan spesifik tentang penyalahgunaan
obat-obatan terlarang. Tetapi kita akan melihat bahwa kata dalam bahasa Yunani pharmakeia menunjuk kepada hal ini,
yaitu menenangkan atau untuk merangsang halusinasi.[15]
Akan tetapi, ada beberapa ayat yang menyinggung tentang penyalahgunaan minuman
alkohol, yang menghasilkan keadaan mental yang terganggu.
Dalam kitab Efesus 5:18 “Dan janganlah kamu mabuk
oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu”. Kata bahasa Yunani untuk
“hawa nafsu” berarti “hidup yang disia-siakan, tidak bermoral; tidak bersusila,
berfoya-foya”. Kitab Amsal 23:21a “Karena
si peminum dan si pelahap menjadi miskin”. Dalam 1 Korintus 5:11 “Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya
kamu jangan bergaul dengan orang, yang sekalipun menyebut dirinya saudara,
adalah orang cabul, lapar uang, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau
penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan
bersama-sama.”
Meskipun Alkitab
tidak menjelaskan secara literal ada larangan terhadap meminum minuman keras,
meminum bir, atau bahkan whiskey. Akan tetapi, Firman Tuhan dengan tegas
melarang orang Kristen mabuk. Jadi orang Kristen seharusnya menyingkirkan
kemungkinan untuk menyalahgunakannya, dan memilih untuk tidak pernah terlibat
di dalamnya. Setiap orang Kristen harus memilih untuk tidak menegak minuman
keras. Alkitab melarang kemabukan, karena hidup ini adalah peperangan rohani,
harus mengendalikan diri dan berjaga-jaga (1 Tes. 5:6). Pertama, berjaga-jaga
untuk melayani Tuhan. Tuhan senantiasa menghendaki agar selaras dengan Dia, dan
orang-orang mempunyai kebutuhan pada saat yang tidak terduga. Hamba Tuhan
selalu ”siap sedia” dan harus siap dan bersedia untuk melayani. Kedua, musuh
Iblis, berjalan keliling seperti singa yang mengaum-aum mencari seseorang untuk
ditelannya (1 Pet. 5:8). Roh-roh jahat biasanya menyusupi manusia melalui
pikiran mereka, dan Alkitab dipenuhi dengan instruksi mengenai cara mengelola
pikiran secara tepat yaitu melalui mengendalikan pikiran dan menjadikannya
pikiran ilahi. Misalnya dalam kitab 1
Petrus 1:13 “Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah (mengendalikan
diri) dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang
dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus.” Dan dalam Roma 12:2 “Janganlah kamu menjadi
serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga
kamu dapat membedakan apakah kehendak Tuhan: kehendakNya yang baik, yang
berkenan dan yang sempurna.” Demikian juga dalam 1 Tesalonika 5:6-8 “Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti
orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar (mengendalikan diri, pikiran
harus terang-Bahasa Indonesia Sehari-hari). Sebab mereka yang tidur, tidur
waktu malam dan mereka yang mabuk, mabuk waktu malam. Tetapi kita, yang adalah
orang-orang siang, baiklah kita sadar, mengendalikan diri, pikiran yang terang,
berbajuzirahkan iman dan kasih, dan berketopongkan pengharapan keselamatan.”
(BIS).
Kitab Amsal
23:7 berkata bahwa seperti seseorang berpikir, demikianlah dia. Itu karena
pikiran adalah benih perkataan dan perbuatan kita. Cara kita ”memperbaharui
budi (pikiran)”, dan ”sadar” adalah dengan memilih apa yang Firman Tuhan
mengatakan kepada kita untuk dipikir. 2 Korintus 10:5 menyebut ini ”Kami
menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus”. Beginilah caranya
kita meneguhkan pikiran kita terhadap musuh kita, Setan, yang terus menerus
menyerang kita dengan perangsang yang dirancang untuk menawan pikiran kita
dalam arah yang tidak kudus, yang menyebabkan kita bertindak dalam cara hidup
yang tidak kudus, dan akhirnya membuka pikiran kita kepada pengaruh roh jahat.
Dalam Amsal 4:23 “Jagalah hatimu dengan
segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.” Alkitab memakai
kata “hati” yang menunjuk kepada lubuk hati terdalam (nurani), kedalaman
pikiran, di mana iman yang sejati atau ketidakpercayaan berdiam. Dia menasihati
orang percaya untuk menjaga hati kita agar kita tidak memberikan peluang bagi
pengaruh jahat masuk ke dalam hati kita, karena jika pengaruh jahat itu masuk,
akan mengakibatkan kehancuran. Pada kenyataannya, ketika seseorang mabuk, dia
kehilangan pikiran. Dia tidak dapat menjaga hatinya, dan sulit atau mustahil
bagi dia untuk melayani Tuhan atau umat Tuhan dengan cara yang efektif.
Seseorang yang mabuk tidak efektif dalam mendoakan atau melayani orang lain.
Alkitab menyebutkan bahwa pemakaian obat-obatan berada dalam kategori yang sama
seperti menjadi mabuk (Gal. 5:19-21), keduanya dilarang oleh Tuhan karena apa
yang bisa terjadi kepada seorang, dan bagaimana keduanya membuat orang itu
tidak layak untuk melayani orang lain. Akan tetapi, sebelum kita melanjutkan ke
dalam ayat-ayat spesifik yang menyinggung soal obat-obatan, kita perlu mengerti
sesuatu tentang Firman Tuhan. Alkitab ditulis dalam suatu cara di mana hanya
mereka yang mencari kehendak Tuhan yang dapat menemukannya. Mabuk atau
kecanduan obat-obatan membuat seseorang tidak mampu bertindak efektif bagi
Tuhan.
Obat-obatan
dipakai untuk mengubah keadaan mental seseorang jadi “melarikan diri dari
kenyataan” memberikan keadaan yang sama seperti yang dilakukan alkohol, yaitu,
membuat orang “kehilangan kendali” pikirannya. Seperti alkohol, orang yang
“kecanduan” obat-obatan tidak dapat memenuhi perintah “berjaga-jaga dan sadar
(mengendalikan diri).” Banyak obat-obat yang memberi halusinasi, dan sebuah
halusinasi adalah ”kesadaran, keyakinan, atau impresi yang palsu; ilusi; atau
khayalan.” Dalam Alkitab, kata bahasa Yunani untuk ”kebenaran” berarti
”kenyataan.” Sasaran Setan adalah membuat orang bertindak berdasarkan kenyataan
palsu.
Ada
kebenaran alkitabiah yang lain yang memperjelas bahwa penggunaan obat-obat
penenang dan yang merangsang halusinasi adalah berbahaya. Kita harus merawat
tubuh kita agar dapat melayani Tuhan selama bertahun-tahun, dan obat-obat
secara jasmani melemahkan tubuh. Juga, kita harus mengurus sumber keuangan yang
diberikan Tuhan kepada kita, dan memakai uang kita untuk membeli obat-obat
seperti itu sama sekali bukanlah penatalayanan yang baik. Lebih dari itu,
banyak pemakai obat-obat terlarang melakukan kejahatan untuk membiayai
kebiasaan mereka, dan kejahatan itu berkisar antara mencuri dari pecandu yang
lain hingga membunuh orang yang tidak bersalah untuk memperoleh “barang haram”
itu. Jadi, jauh melampaui dosa kemabukan atau pemakaian obat terlarang itu
sendiri adalah menjurus kepada gaya hidup berbohong, mencuri dan membunuh.
Singkatnya, pemakaian obat-obat terlarang merenggut kita dari “hidup yang
sejati.”
Metode Penelitian
Metode yang digunakan
dalam penelitin ini adalah metode penelitian kualitataif. Metode penelitian ini
digunakan dengan alasan karena masalah-masalah penelitian perlu digali untuk
mendapatkan pengertian yang mendalam.[16] Menurut Moleong, pengertian penelitian kualitatif adalah
membuat deskripsi objektif tentang fenomena terbatas dan menentukan apakah
fenomena dapat dikontrol melalui beberapa intervensi. Metode kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamatinya.[17]Penelitian kualitatif adalah penelitian
tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan
dalam penelitian kualitatif.
Jenis
metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode deskriptif kualitatif, dimana data-data yang dikumpulkan
adalah berupa kata-kata. Data tersebut berasal dari GBI Kedoya Jakarta Barat yang merupakan sumber
informasi, antara lain remaja gereja, orang
tua, dan gembala gereja.
Penulis melakukan wawancara mendalam kepada berbagai pihak yang berkaitan erat
dengan tujuan penelitian.
Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian yang
dilakukan penulis melalui wawncara yang mendalam, didapati bahwa orangtua sangat aktif menasehati
anak remaja mereka agar tidak terjerumus pada penyalahgunaan narkoba. Bahkan
mereka juga aktif mengawasi anak agar tidak terjerumus pada penyalahgunaan
narkoba. Dan gereja berperan aktif
menjelaskan bahaya narkoba kepada remaja dan pemuda GBI Kedoya. Gembala
(pendeta) setempat juga ternyata aktif
mengkotbahkan dan menjelaskan bahaya narkoba kepada remaja dan pemuda dalam
perspektif Alkitab. Namun sangat disayangkan, gereja
kurang aktif mensosialisasikan bahaya narkoba kepada remaja dan pemuda lewat
seminar dan penyuluhan. Di samping itu,
kurangnya kerjasama orangtua dan gereja dalam upaya pencegahan
penyalahgunaan narkoba pada remaja. Demikian juga gereja kurang aktif melakukan
pelayanan kepada orang yang terjerat pada narkoba baik di panti rehabilitasi
dan tempat lain. Namun yang patut disyukuri bahwa baik orang tua dan remaja sudah
memahami perspektif Alkitab tentang bahaya narkoba.
Dari
hasil penelitian, didapati bahwa gembala (pendeta) gereja GBI Kedoya Jakarta
Barat aktif dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba. Hal ini dapat
dibuktikan dari hasil wawancara dengan pendeta setempat. Demikian juga orangtua aktif dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba
pada remaja gereja. Dan yang tak kalah pentingnya adalah pemberitaan Firman
Tuhan lewat kotbah oleh gembala dan majelis di gereja sangat aktif sehingga
membuahkan hasil yang sangat positif dimana remaja GBI Kedoya Jakarta Barat
sudah memahami perspektif Alkitab tentang bahaya narkoba. Dapat dikatakan bahwa
upaya pencegahan (preventif) dilakukan di gereja setempat, sehingga untuk saat
ini sampai penelitian ini berlangsung belum ada diketemukan remaja GBI Kedoya
yang terjerumus ke dalam penyalahgunaan narkoba. Meski tidak dapat dipungkiri
bahwa ada sebagian remaja yang terpengaruh dan ikut-ikutan, namun tidak sampai
terjerumus ke dalam.
Kesimpulan
Narkotika
(narkoba) di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang
pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun di
sisi lain dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila
disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan
seksama. Narkotika apabila jatuh ke tangan pihak yang tidak tepat akan dapat
menimbulkan bahaya fisik dan mental bagi yang menggunakannya serta dapat
menimbulkan ketergantungan pada pengguna itu sendiri sampai pada bahaya yang paling menngenaskan
berujung pada kematian.
Penyalahgunaan narkotika dan
obat-obatan terlarang (narkoba) merupakan dosa dan tindakan yang melawan hukum.
Alkitab membicarakan secara inplisit
tentang penggunaan penyalahgunaan pemakaian obat-obatan terlarang berada dalam
kategori yang sama seperti menjadi mabuk, hal ini dilarang oleh Tuhan dan hal
ini dapat membuat seseorang berdosa dan tidak layak di hadapan Tuhan. Mabuk
atau kecanduan obat-obatan membuat seseorang tidak mampu bertindak efektif bagi
Tuhan.
Dapat
disimpulkan bahwa peran orangtua dan gereja GBI Kedoya Jakarta Barat dalam
upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba sangat berhasil. Hal ini dapat
dibuktikan dari hasil kuesioner responden menjawab bahwa gereja aktif
menjelaskan tentang bahaya narkoba. Demikian
juga orangtua dan gereja aktif
bekerjasama dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja
pemuda gereja. Dan yang tak kalah pentingnya adalah pemberitaan Firman Tuhan
lewat kotbah dan PA oleh gembala dan majelis di gereja sangat aktif sehingga
membuahkan hasil yang sangat positif dimana remaja dan pemuda GBI Kedoya
Jakarta Barat sudah memahami perspektif Alkitab tentang bahaya narkoba.
Saran
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka diajukan saran-saran yang
penting. Perlu
adanya rekonstruksi upaya penanggulangan dan pemberantasan narkotika. Dalam
upaya menanggulangi dan memberantas tindak pidana narkotika hendaknya lebih
mengutamakan kebijakan-kebijakan yang
pada dasarnya mengarah pada upaya-upaya preventif. Edukasi mengenai
bahaya penyalahgunaan narkotika hendaknya dicantumkan dalam kurikulum
pendidikan di tingkat pendidikan dasar, menengah hingga perguruan tinggi. Perlu adanya kerjasama antara orang tua dan Gereja dalam upaya
pencegahan penyalahgunaan narkoba. Upaya tersebut dapat berupa: penyuluhan,
seminar dan sosialisasi dampak penyalahgunaan narkoba bagi remaja pemuda gereja
sehingga menambah pengetahuan dan keinginan untuk menghindari. Gereja sebagai institusi agama perlu menambah topik-topik kotbah
tentang bahaya narkoba, serta membahasnya dalam perspektif Kristiani. Dapat
juga mengadakan bahan PA (Pendalaman Alkitab) secara khusus membahas topik tentang bahaya narkoba. Masyarakat hendaknya
melakukan hal-hal yang positif guna menghindari penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika. Seluruh lapisan masyarakat harus bekerjasama dalam
penanggulangan peredaran narkoba. Bidang pendidikan
seperti sekolah agar lebih lagi memberikan penyuluhan tentang bahaya
penyalahgunaan narkoba. Serta melakukan pengawasan lebih ekstra terhadap para
pelajar dan mahasiswa agar tidak terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba.
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab.
Lembaga Alkitab Indonesia Edisi Studi, Jakarta LAI, 2010.
AH,
Moh. dan Astrori, Moh. Psikologi Remaja,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2005).
Agsya
F. Undang-Undang Narkotika dan Undang-Undang Psikotropika, (Asa Mandiri,
Jakarta, 2010).
Broning,
W.R.F. Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2010).
Desmita.
Psikologi Perkembangan (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2005).
Gunarsa, Singgih A. Psikologi
Remaja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000).
Hadiman.
Menguak Misteri Maraknya Narkoba, (Jakarta, Yayasan Sosial Usaha
Bersama, 1999).
Hardiawiryana,
Robert. Spiritualitas Iman Diosesan
(Yogyakarta: Kanisius).
Haystead,
Wes. Mengajar Anak tentang Allah
(Jakrta: BPK Gunung Mulia 1988)
Kusno,
Adi. Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh
Anak, (UMM Press, Malang, 2009).
Moeloeng,
Lexy J. Teknik Penelitian Kualitatif,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006).
Martono,
Harlina & Joewana, Satya. Menangkal
Narkoba dan kekerasan (Jakarta: Balai Pustaka, 2006).
Mubin
dan Cahyani, Ani. Psikologi Perkembangan
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005).
Mulyono,
Y. Bambang. Mengatasi Kenakalan Remaja,
(Yogyakarta: Yayasan Andi).
Murti, Hari. Bahaya Narkoba di kalangan Remaja, (Jakarta: Penerbit Mitra 2010).
Rozak,
Abdul. Remaja dan bahaya Narkoba,
(Prenada Media, 2006).
Riemer,
C. Jemaat Yang Diakonal, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005).
Shelton,
Charles M. Moralitas kaum Muda
(Yogyakarta: Kanisius, 1996).
Yoshua,
Ema. Cakrawala: Peran Keluarga Dalam
Penanggulangan Narkoba, (GKI Bekasi Timur, 2011).
Sutanto,
Hasan. Interlinier Perjanjian Baru, (Jakarta:
LAI, 2000).
Sunarto,
H. dan Hartono, Agung. Perkembangan
Peserta Didik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006).
Yusuf, Syamsul.
Psikologi Anak dan Remaja, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2000).
Setiawan,
Mary Go. Pembaharuan Mengajar
(jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005).
Marpaung,
Ormarita. Pengaruh Internet Terhadap
Motivasi Belajar PAK Siswa Kelas X SMA Global Prestasi, (Jakarta: Tesis,
2013).
Pranoto.
Panduan Singkat Penelitian Kualitatif
(Widyaiswara Madya BPPP Tegal).
Partodiharjo,
Subagyo. Kenali Narkoba dan Musuhi
Penyalagunaannya, (Jakarta, Erlangga 2000).
Tim
Redaksi PAK-PGI, Suluh Siswa 1
(Jakarta: BPK Gunung Mulia).
Tim
Penyusun Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 2002).
Tim Penyususn. Hasil penelitian
bersama antara BNN dan Puslitkes-UI yang dilakukan pada 2015.
Tomatala,
Yakob. Penginjilan Masa Kini,
(Jakarta: YTF, 2008).
Wirawan,
S Sarlito. Psikologi Remaja,
(Jakarta: Raja Grasindo Persada, 2000).
Media:
Wawancara
Metro TV, 28 April 2015.
Jumpa
Pers Mentri Komunikasi dan Informatika, (Jakarta, Rabu 29 April 2015).
Berita
99, Diskusi: Anak dan Narkoba,
(Jakarta, Bebaskan Indonesia dari Jeratan Narkoba, Rabu, 3 April 2015).
KONTRIBUTOR JURNAL
VOICE OF THE COVENANT
Vol. 1. No. 1,
Oktober 2017
Abraham Johannis, M.Th adalah Puket IV (Bid. Misi dan
Pelayanan) di STT Covenant Indonesia. Memperoleh gelar Sarjana Teologi dari STT
Doulos, Jakarta pada tahun 2006. Gelar M. Th diperoleh dari STT REAL Jakarta
pada tahun 2017. Suami
dari Roly Hutabarat,
S.Th. Saat ini berdomisili di Vila Nusa Indah, Jakarta Timur bersama keluarga.
[1] Hadiman, Menguak Misteri Maraknya
Narkoba, (Jakarta, Yayasan Sosial Usaha Bersama, 1999), 39.
[2] Wawancara Metro TV, 28 April
2015.
[3] Jumpa Pers Mentri Komunikasi dan
Informatika, (Jakarta, Rabu 29 April 2015).
[4] Berita 99, Diskusi: Anak dan Narkoba, (Jakarta, Bebaskan Indonesia dari
Jeratan Narkoba, Rabu, 3 April 2015).
[5] Hasil
Penelitian Bersama antara BNN dan Puslitkes-UI yang dilakukan pada 2015.
[6] Ema Yoshua, Cakrawala: Peran Keluarga Dalam Penanggulangan Narkoba, (GKI Bekasi
Timur, 2011).
[7]Erna Yoshua, Ibid.
[8] Kusno Adi, Kebijakan Kriminal
Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, (UMM Press, Malang,
2009) hal. 30.
[9] http://kbbi.web.id/narkotik
[10] Ema Yoshua, hal. 23.
[11] Subagyo Partodiharjo, Kenali
Narkoba dan Musuhi Penyalagunaannya,
(Jakarta, Erlangga 2000), hlm. 11.
[12] www.bnn.go.id
[13] Hari Murti, Bahaya Narkoba di kalangan Remaja, (Jakarta: Penerbit Mitra 2010),
hal. 15.
[14] Abdul Rozak, hal. 22.
[15] Hasan Sutanto, Interlinier
Perjanjian Baru, (LAI: 2000).
[16] John W. Creswell, Education Research (Boston: Pearson,
2012), 16.
Komentar
Posting Komentar